Jika dicermati, bonus atlet peraih medali emas sejak pertama kali diberikan suatu daerah hingga PON XX di Papua, nilainya sudah melesat hingga 20.000 kali lipat, yakni dari Rp 50.000 di PON VIII/1973, hampir setengah abad kemudian, medali itu dihargai hingga Rp 1 miliar.
Sementara, medali perak dan perunggu melonjak 16.667 kali lipat.
Baca Juga:
PLN Siapkan Skema Berlapis untuk Listrik Tanpa Padam di MotoGP Mandalika
Masa Orde Baru
Pemberian hadiah berupa bonus uang pertama kali diberikan pada atlet peraih medali oleh pemerintah daerah di PON VIII/1973.
Baca Juga:
Tim Medis PON XX Papua Belum Terima Honor, DPR Papua Minta Audit
Provinsi Jawa Tengah tercatat memberikan bonus uang bagi atlet perseorangan peraih medali emas dengan tabungan “Tabanas” Rp 50 ribu, perak Rp 30 ribu, dan perunggu Rp 15 ribu, sementara atlet beregu mendapat Rp 35 ribu (emas), Rp 20 ribu (perak), dan Rp 10 ribu (perunggu).
Sebaliknya, Pemda DKI Jakarta yang kembali meraih juara umum di PON 1973 justru menegaskan tidak memberikan hadiah barang atau uang bagi atlet berprestasi di PON VIII karena dana pembinaan olahraga dari APBD dialokasikan ke induk organsasi.
Atlet peraih medali diberikan kemudahan dalam mendapatkan pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil.