Di PON 1993, hampir seluruh daerah memberikan iming-iming bonus untuk meningkatkan pamor daerahnya, meski Menteri Pemuda dan Olahraga saat itu Akbar Tandjung mengkritik hal itu dengan mengatakan bahwa iming-iming itu tidak wajar dan bertentangan dengan pembinaan keolahragaan.
Kalbar memberikan uang rangsangan sebesar Rp 6 juta untuk setiap medali emas, perak Rp 2 juta, dan perunggu Rp 1 juta.
Baca Juga:
PLN Siapkan Skema Berlapis untuk Listrik Tanpa Padam di MotoGP Mandalika
Sementara Timor Timur, menjanjikan bonus Rp 7 juta bagi peraih emas, perak Rp 3 juta, dan perunggu Rp 1,75 juta.
Pemda di Pulau Jawa tak kalah dalam jorjoran bonus bagi atletnya.
Jawa Tengah mengganjar satu keping medali emas dengan uang Rp 20 juta, sementara Jabar memberikan bonus Rp 10 juta per keping emas.
Baca Juga:
Tim Medis PON XX Papua Belum Terima Honor, DPR Papua Minta Audit
Adapun juara umum DKI Jakarta memberikan bonus berupa tabungan Rp 10 juta untuk peraih medali emas perseorangan, dan Rp 5 juta untuk emas beregu.
Setelah dikritik sejumlah kalangan jika iming-iming bonus itu dinilai tidak mendidik dan bertentangan dengan pembinaan, pada ajang PON terakhir yang digelar Orde Baru (PON 1996), sejumlah Pemda tidak lagi memberikan iming-iming berupa uang.
Bahkan Gubernur DKI Jakarta, Surjadi Soedirdja, mengharapkan agar para atlet DKI Jakarta meraih prestasi setinggi-tingginya, demi harga diri dan kehormatan para atlet sendiri.