Oleh ZUHAIRI MISRAWI
Baca Juga:
Diplomasi Krisis Timur Tengah: Upaya Pemerintah Indonesia untuk Perekonomian Stabil
PADA tahun 1960, Bung Karno menyampaikan pidato, To Build The World New di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Bapak Proklamator mengenalkan Pancasila sebagai dasar negara, yang terbukti mampu mempersatukan kebhinnekaan kita.
Baca Juga:
Ganjar Pranowo: Kemerdekaan Palestina Kita Dukung Terus Menerus
Negeri yang mayoritas penduduknya Muslim, tetapi mampu hidup berdampingan secara damai dengan agama-agama lain.
Pancasila telah memperkokoh kebangsaan kita.
Pada tahun yang sama, Bung Karno juga menyampaikan pidato bersejarah di depan para ulama dan guru besar al-Azhar, Kairo, Mesir perihal Pancasila sebagai common platfom dalam berbangsa dan bernegara.
Gamal Abdul Nasser dan para ulama al-Azhar sangat terkesima dengan pidato Pancasila tersebut, sehingga kabarnya mereka tertarik ingin menjadikan Pancasila sebagai dasar negara Mesir, yang sejak lama menghadapi perseteruan ideologis yang memanas pada masa itu, khususnya antara kubu nasionalis Arab dengan Ikhwanul Muslimin.
Di masa lampau, kita melihat Pancasila membahana di panggung dunia.
Bung Karno mempunyai keyakinan, bahwa Pancasila dapat menginspirasi dunia.
Pancasila sebagai ideologi dan laku hidup telah mampu mempersatukan negeri ini di tengah gelombang sosial, politik, dan ekonomi yang tidak mudah.
Sebab itu, Bung Karno mempunyai kepercayaan diri, bahwa Indonesia bisa berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia.
Konferensi Asia-Afrika yang digelar pada tahun 1955 di Bandung menjadi saksi sejarah, bahwa kita mampu menggalang negara-negara Asia-Afrika untuk menyuarakan perlawanan terhadap penjajahan.
Bahkan, kita turut berjuang bagi kemerdekaan negara-negara Arab yang berada di kawasan Afrika Utara, seperti Maroko, Aljazair, dan Tunisia.
Ketiga negara ini hingga saat ini mempunyai hubungan diplomatik yang sangat dekat dengan Indonesia, karena peran Bung Karno dalam mewujudkan perdamaian dunia.
Di masa kini, kita sejatinya harus menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan diri serupa, bahwa kita bisa berperan dalam konteks global.
Kita mempunyai Pancasila sebagai perisai kehidupan umat manusia.
Kata Bung Karno, Pancasila adalah perisai penuntun hidup kita.
Selama Pancasila menjadi pedoman kita dalam berbangsa dan bernegara, maka negeri ini akan selamat dari berbagai badai, ancaman, dan cobaan.
Dalam konteks global, kita melihat hilangnya ketulusan dalam membangun persahabatan dengan prinsip saling menghargai (mutual respect) dan saling menguntungkan (mutual interest).
Hal tersebut disebabkan munculnya ambisi untuk menguasai, mendikte, bahkan merendahkan, sehingga tatanan dunia mulai kehilangan keseimbangannya.
Kawasan Timur-Tengah dan Afrika Utara menjadi kawasan yang dalam beberapa dekade terakhir menghadapi tantangan yang tidak mudah, dari konflik politik, perang saudara, ekstremisme, terorisme, dan instabilitas politik.
Hal tersebut di antaranya disebabkan karena tarik-menarik kepentingan geopolitik, yang menyebabkan di antara mereka terlibat dalam perseteruan dan konflik.
Padahal mereka dipersatukan oleh kesamaan agama dan bahasa, yang sejatinya mampu merajut kebersamaan, persaudaraan, dan perdamaian.
Dalam konteks tersebut, Pancasila bisa hadir sebagai oase di tengah gersangnya nilai-nilai yang mampu menginspirasi perdamaian dunia.
Diplomasi ala Bung Karno yang menawarkan gagasan besar perihal pentingnya Pancasila sebagai laku kehidupan global harus dihidupkan kembali.
Langkah tersebut penting untuk dihidupkan kembali, sehingga kita semua sebagai warga bangsa mempunyai kepercayaan diri untuk menjadikan Pancasila sebagai penuntun kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kita selama ini mudah tertarik, bahkan terkecoh dengan ideologi-ideologi transnasional yang sebenarnya di tanah kelahirannya sendiri sudah tidak relevan lagi, alias ditinggalkan.
Negara-negara di kawasan Timur-Tengah dan Afrika Utara sudah memilih jalan moderasi sebagai alternatif untuk merespons tuntutan dan tuntunan zaman.
Lahirnya generasi baru yang membawa harapan baru telah menjadikan mereka harus mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan baru, khususnya kaum milenial.
Kita sejatinya menjadikan pemandangan tersebut sebagai kesempatan emas untuk mengenalkan kembali Pancasila sebagai solusi untuk membangun peradaban dunia yang adil, damai, dan makmur.
Dunia ini diciptakan Tuhan untuk diisi dengan kesejatian untuk membangun persahabatan dan persaudaraan.
Dunia ini harus menjadi surga bagi tumbuhnya ketulusan dan keinginan kuat untuk hidup berdampingan secara damai.
Pancasila menawarkan kita agar hidup dalam kebersamaan, kerja sama, dan kolaborasi.
Kata Bung Karno dalam Pidato Pancasila 1 Juni 1945, kita sejatinya membangun peradaban bangsa dengan menumbuhkan sikap gotong-royong di antara sesama.
Dalam konteks global, yang dibutuhkan adalah diplomasi gotong-royong.
Apa yang dilakukan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir melalui Kementerian Luar Negeri, hakikatnya adalah diplomasi Pancasila, yang di dalamnya mendorong pada perdamaian dunia dan mengedepankan sikap gotong-royong, sehingga kita semua hidup di tengah kebersamaan dan kerja sama yang tulus. (Zuhairi Misrawi, Duta Besar RI untuk Tunisia)-dhn
Artikel ini telah tayang di DetikNews dengan judul “Diplomasi Pancasila”. Klik untuk baca: https://news.detik.com/kolom/d-5818382/diplomasi-pancasila.