Satu di antara petitum pemohon Paslon 01 kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) adalah diskualifikasi Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang mendampingi Calon Presiden Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Amatan perjalanan sidang berhari-hari itu, persoalan cawe-cawe Presiden Jokowi dalam Pemilu menjadi pembahasan yang cukup mendalam. Dalil yang disampaikan pemohon Paslon 01 dan Paslon 02, bertubi-tubi menampilkan saksi fakta, saksi ahli dan bukti-bukti potongan pemberitaan, dan foto-foto dari media massa yang ditampilkan di persidangan MK.
Baca Juga:
Pertentangan: Kebijakan Sekprov Diabaikan Pejabat Dinas Sulteng
Catatan kami, dalil yang disampaikan mulai ketidaknetralan ASN, Polri dan TNI, penyelenggara negara, para menteri. Termasuk, KPU, Bawaslu, DKPP yang diduga memihak, serta penggelontoran bantuan sosial (bansosl melalui automatic adjustment senilai 5% dari dana APBN di sektor kementerian dan program perlindungan sosial (linsos). Lonjakan dalam APBN 2024 ini, capai sekira Rp495 triliun.
Selain itu, ditambah keterlibatan aparatur desa untuk memenangkan termohon Paslon 02 yang ada calon wakil presidennya yang anak sulung Presiden Jokowi bernama Gibran Rakabuming Raka.
Tulisan ini hanya mengkaji apa sekira yang terjadi jika Majelis Hakim MK menyetujui Petitum pemohon Paslon 01, yakni "Melakukan Pemungutan Suara Ulang dan Mendiskualifikasi Gibran sebagai Calon Wakil Presiden Paslon 02, dan memerintahkan kepada Calon Presiden Prabowo Subianto mencari calon pengganti calon wakil presidennya.
Baca Juga:
PWI Deklarasi Dukung Pemilu 2024 Damai Bersama Ketua DPRD Kota Depok
Jika hal itu terjadi, tentunya seperti "gelombang tsunami" yang melanda kubu partai-partai politik yang menamakan dirinya Gabungan Partai Indonesia Maju, dan keluarga besar Joko Widodo.
Prabowo, tentu segera melakukan konsolidasi dengan para ketua partai pendukung yaitu Golkar, Gerindra, PAN, Demokrat yang ada suara di parlemen–bersama Jokowi atau tanpa Jokowi.
Jika (seandainya) keputusan MK diskualifikasi Gibran, maka merupakan pukulan telak bagi Presiden Jokowi. Pada saat kekuasaannya sudah mendekati berakhir, mengalami perlakuan ibarat bebek yang kakinya patah sebelah.
Jokowi tidak akan mudah dan gampang menggunakan kekuasaannya secara maksimal. Para pembantunya, apakah itu para Menteri, Kapolri, Panglima TNI, tentu sudah mulai mengukur langkah yang dilakukan karena peta politik kekuasaan sudah bergeser.
Prabowo harus melakukan langkah cepat dan tepat mencari pengganti Gibran. Dapat jadi, akan mencari pengganti yang juga tokoh muda yang sudah matang berpolitik.
Catatan kami, cukup banyak tokoh muda dari partai pendukung Prabowo dari Golkar, maupun Demokrat atau PAN. Dari Demokrat tersebut, ada AHY-byang juga Ketua Umum Demokrat dan anak sulung mantan Presiden SBY–berpotensi dilamar Prabowo.
Dari Golkar, wah, cukup banyak generasi mudanya. Terpenting, apakah elite Partai Golkar dan sesepuh, senior dan fungsionaris Golkar berkenan? Karena, di Golkar ini sebagai partai "berusia lanjut", faktor senioritas masih dominan. Disamping itu, Golkar pendukung utama dan pertama untuk Prabowo. Serta, merupakan partai dengan kursi terbanyak kedua setelah PDI-P.
Prabowo harus dengan cepat melakukan konsolidasi kembali dukungan politik terhadap Paslon 2 jilid ke-2. Kesepakatan politik dirancang ulang dengan desain dan strategi yang berbeda. Secara politik dukungan parai politik terhadap Gibran sebenarnya tidak ada. Kekuatan Gibran selama ini adalah kekuasaan melalui intervensi Presiden Jokowi, ayahnya.
Bagaimana dengan Presiden Jokowi (?)
Jika keputusan MK seperti yang diandaikan di atas, sebenarnya Pak Jokowi belum kartu mati. Dalam masa lima bulan pemerintahannya berakhir, Jokowi banyak hal yang dapat dilakukan untuk memulihkan keadaan situasi yang porak-poranda secara politik dan goncangan ekonomi yang sedang melanda. Walaupun, kenaikan kurs Dollar yang menembus lebih Rp16 ribu per $1; kasus PT Antam Rp.271 triliun; kasus ilegal nikel ratusan triliun; sampai naiknya harga beras yang harus mampu diselesaikan Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi sebaiknya menyadari, secara perlahan kekuasaannya semakin melemah. Diujung kekuasaan, Presiden Jokowi mungkin hanya Profesor Pratikno yang setia mendampinginya, yang lainnya, wallahu a'lam.
Masih ingat, di akhir pemerintahan Presiden Soeharto? Hanya Mensesneg Sa'adillah Mursjid waktu itu yang setia mendampingi Soeharto. Bukan saja, sampai akhir kekuasaan Soeharto (1998), tetapi hingga akhir hayat Pak Harto.
Sisi gelap Istana, seperti yang pernah dikisahkan Megawati Soekarnoputri kepada Jokowi, secara perlahan cepat atau lambat akan terlihat menjelang akhir pemerintahan. Bahwasanga, orang-orang yang memuja-muji setinggi langit terhadap Jokowi akan segera hilang dan sirna seperti embun pagi menjelang siang.
Bagaimana peta hasil pilpres jika tanpa Gibran? Ada beberapa kemungkinan yang terjadi pertama, Paslon 02 menang dengan perolehan suara tipis (51-52%) dan sekurang-kurangnya 20% di 20 Provinsi. Satu putaran selesai. Tetapi ada kenaikan suara untuk Paslon 01 dan 03.
Kedua, jika tidak ada paslon yang mencapai di atas 50%, maka dilakukan putaran berikutnya antara Paslon 01 dengan 02, atau 01 dengan 03, atau 02 dengan 03–tergantung urutan peroleh suara.
Pertanyaan menarik berikutnya adalah? bagaimana jika keputusan MK menolak seluruh Petitum 01 dan 03? Sejujurnya penulis tidak berani membuat analisis apa yang akan terjadi. Hanya rakyatlah yang dapat menjawabnya.
Cibubur, 13 April 2024
*Pemerhati Kebijakan Publik/Dosen FISIP UNAS
[Redaktur: Hendrik I Raseukiy]