DINAMIKA yang mengemuka di ruang publik menyajikan fakta tentang tatanan tidak ideal pada berbagai aspek kehidupan berbangsa-bernegara. Menyikapi fakta itu, Presiden Prabowo Subianto telah berinisiatif mengaktualisasi upaya harmonisasi dengan langkah-langkah konsolidasi di bidang politik, ekonomi dan konsolidasi penguatan ketahanan nasional.
Konsolidasi pada tiga bidang itu idealnya diperkuat dengan membarui konstitusi sesuai tuntutan dan kebutuhan zaman yang terus berubah, utamanya ketika kecerdasan buatan (artificial intelligence) terus merambah berbagai aspek kehidupan setiap individu dan komunitas. Karena itu, Presiden Prabowo juga diharapkan berinisiatif mendorong penataan konstitusi. Selain itu, amandemen kelima UUD 1945 diperlukan untuk memampukan sistem pemerintahan mensejahterakan rakyat, serta meminimalisir praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) yang dalam tahun-tahun terakhir ini justru semakin marak.
Baca Juga:
Wapres Gibran Pastikan Pembangunan IKN Berlanjut dan Jadi Simbol Pemerataan Nasional
Dan, tak kalah pentingnya adalah penguatan hakekat peran dan fungsi partai politik sebagai soko-guru demokrasi. Penguatan peran dan fungsi partai politik saat ini sangat penting sebagai bagian dari evaluasi demokrasi langsung. Adalah fakta bahwa partai politik sudah terperangkap dalam lingkaran setan politik berbiaya tinggi. Dengan begitu, konsolidasi peran dan fungsi partai politik tak hanya menjadi upaya mengakhiri politik berbiaya tinggi, tetapi mengandung kekuatan mencegah korupsi; kolusi; nepotis (KKN).
Ada beberapa indikator yang sangat jelas mendeskripsikan tatanan tidak ideal pada berbagai aspek kehidupan bersama dewasa ini. Ragam indikator tadi menjadikan upaya konsolidasi yang diinisiasi Presiden Prabowo semakin nyata relevansinya. Indikator utama yang nyaris tak berujung adalah kecenderungan terkotak-kotaknya masyarakat. Fakta keterbelahan yang tak terbantahkan ini merupakan residu pemilihan umum.
Fakta lainnya adalah kekecewaan banyak komunitas akibat melemahnya kinerja perekonomian negara dengan segala eksesnya. Pemerintah dan DPR pun menjadi sasaran kecaman. Dan, menyongsong perayaan hari proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 2025, muncul fenomena baru ketika sebagian komunitas menunjukan perbedaan sikap dengan pemerintah tentang kewajiban pengibaran bendera.
Baca Juga:
Prabowo Ungkap 1.063 Tambang Ilegal Rugikan Negara Capai Rp300 Triliun
Di tengah tingginya gelombang kekecewaan itu, korupsi justru semakin marak dengan skala yang terus membesar hingga memasuki kisaran puluhan triliun rupiah. Ibarat aliran air, fakta kasus-kasus baru tentang pidana korupsi terus dimunculkan.
Beberapa hari lalu, bahkan seorang wakil menteri terjaring operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kendati kasus baru pidana korupsi terus dimunculkan, rasa keadilan publik belum terpuaskan karena kuatnya kesan tebang pilih, termasuk dalam penanganan kasus pidana lainnya.
Kolusi oknum aparatur negara dengan oligarki juga menjadi faktor yang menyulut kemarahan sejumlah komunitas. Faktor lainnya adalah perilaku tak terpuji yang dipertontonkan sejumlah oknum politisi dan pemimpin publik. Hari-hari ini, masyarakat di sejumlah daerah melancarkan protes terhadap kebijakan pemimpin daerah tentang kenaikan pajak.