WAHANANEWS.CO, Jakarta - "Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka". Begitulah bunyi Pasal 56 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Hakim adalah pejabat yang bersangkutan pada tingkat pemeriksaan di Pengadilan, sehingga jelas bahwa Hakim mempunyai kewajiban melakukan penunjukkan penasihat hukum kepada Terdakwa yang diancam pidana mati atau pidana lima belas tahun atau lebih.
Baca Juga:
Suami Bunuh Isteri di Lampung Karena Tolak Berhubungan Badan Dibui 14 Tahun
Selain itu disebutkan juga Hakim wajib melakukan penunjukan penasihat hukum kepada para Terdakwa yang "tidak mampu" yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih.
Dalam penjelasan Pasal 56 KUHAP tidak ditemukan penjelasan mengenai frasa "tidak mampu" sebagaimana disebutkan dalam pasal tersebut, sehingga secara gramatikal frasa "tidak mampu" dapat diartikan sebagai ketidakmampuan secara finansial bagi si Terdakwa.
Lalu bagaimana Hakim dapat menilai seorang Terdakwa yang dihadapakan kepadanya tergolong sebagai seseorang yang mampu secara finansial atau tidak? Haruskah si Terdakwa memberikan laporan hasil kekayaannya? Melaporkan kepada Hakim yang menyidangi perkaranya berapa aset yang ia punya dan berapa pendapatan yang ia peroleh selama setahun bekerja?
Baca Juga:
Ringkasan Amar Putusan MK Soal Anggota Polri Dilarang Duduki Jabatan Sipil
Pada praktiknya, Hakim akan menanyakan terlebih apakah Terdakwa memiliki SKTM atau tidak. SKTM merupakan singkatan dari Surat Keterangan Tidak Mampu, yaitu surat keterangan yang dikeluarkan oleh kantor pemerintahan tingkat desa/kelurahan, dan kecamatan di daerah domisili si Pemohon SKTM.
Dengan adanya SKTM tersebut, Hakim dapat dengan mudah menarik kesimpulan bahwa Terdakwa yang dapat menunjukkan SKTM atas dirinya maka tergolong sebagai Terdakwa yang tidak mampu secara finansial. Adanya SKTM tersebut mempermudah Hakim dalam menentukan wajib atau tidaknya Terdakwa tersebut yang didakwa dengan pasal dengan ancaman pidana lima tahun atau lebih disediakan Penasihat Hukum secara cuma-cuma.
Namun yang menjadi pertanyaan, apakah Terdakwa yang tidak dapat menunjukkan SKTM secara otomatis digolongkan sebagai Terdakwa yang mampu secara finansial?