WAHANANEWS.CO – Inpres Nomor 4 Tahun 2025 adalah Instruksi Presiden tentang Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). Dalam Inpres tersebut, ada sebanyak 18 kementerian/lembaga yang diInstruksikan untuk melaksanakan Empat Agenda Utama dan Satu Agenda Khusus kepada Kementerian/Lembaga yaitu:
Pertama; Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan optimalisasi pelaksanaan integrasi data sosial dan ekonomi nasional dengan memastikan akurasi, interoperabilitas, dan pemutakhiran data, serta sinergi antar kementerian/lembaga.
Baca Juga:
Alokasi Anggaran Sekolah Rakyat di RAPBN 2026 Melesat 256% Jadi Rp25 Triliun
Kedua; Mendukung pelaksanaan integrasi data sosial dan ekonomi nasional, meliputi: a. penguatan mekanisme verifikasi, validasi, dan pemutakhiran data secara berkala; b. peningkatan interoperabilitas dan aksesibilitas data antar kementerian/lembaga; dan c. pengembangan infrastruktur teknologi untuk mendukung integrasi data yang andal dan aman.
Ketiga; Menyampaikan data administrasi, data kegiatan statistik, dan data lainnya yang mencakup informasi menurut nama dan alamat 'by name by address' kepada Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rangka mendukung penyusunan dan pemutakhiran data tunggal sosial dan ekonomi nasional secara berkala dan berkelanjutan.
Keempat; Menggunakan data tunggal sosial dan ekonomi nasional sebagai sumber data utama dalam perencanaan, pelaksanaan,dan evaluasi kebijakan sosial dan ekonomi untuk memastikan program pemerintah terlaksana secara tepat sasaran, efektif, efisien, dan akuntabel.
Baca Juga:
Menkeu Beberkan Postur RAPBN 2026
Adapun agenda Kelima, bersifat khusus yang ditujukan kepada ke-18 kementerian/lembaga. Artinya secara lebih spesifik dan sesuai dengan tupoksi masing-masing kementerian/lembaga.
Jika kita cermati substansi Inpres 4/2025 Tentang Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional, mengarah kepada memberikan tugas dan tanggung jawab yang lebih besar setidak-tidaknya terhadap, Badan Pusat Statistik, Menko Pemberdayaan Masyarakat, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.
BPS sebagai Lembaga Negara Non Kementerian, mendapatkan mandat tugas yang cukup berat dan sesuai dengan tupoksi yang dikerjakan selama ini. Cermati Agenda Ketiga diatas yakni, menyampaikan data administrasi, data kegiatan statistik, dan data lainnya yang mencakup informasi menurut nama dan alamat (by name by address) kepada Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rangka mendukung penyusunan dan pemutakhiran data tunggal sosial dan ekonomi nasional secara berkala dan berkelanjutan.
Agenda Ketiga kepada BPS itu, secara otomatis menggugurkan berbagai kegiatan kementerian/lembaga lain terkait penyusunan dan pemutakhiran data tunggal yang berhubungan dengan aspek sosial dan ekonomi (seperti orang miskin dan tidak mampu sebagai penerima PBI JKN).
Salah satu sektor yang terdampak dengan Inpres 4/2025 adalah Kemensos. Digugurkan kewajibannya membuat Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). DTKS itu selama ini menjadi sumber data tunggal untuk skema-skema bantuan PKH, BLT, PBI JKN dan bansos lainnya dengan leading sektornya Kemensos.
Menteri Sosial dalam Inpres 4/2025, hanya terbatas untuk melakukan sinkronisasi bersama Badan Pusat Statistik untuk mendukung pemutakhiran data tunggal sosial dan ekonomi nasional sebagai acuan utama dalam penetapan pemberian bantuan dan/ atau pemberdayaan sosial.
Dalam UU 13/2011 Tentang Fakir Miskin, verifikasi dan validasi data sebagai suatu pemutakhiran data terpadu Kesejahteraan Sosial diberikan mandat kepada Kemensos. Tapi–anomalI–Kemensos, Direktorat Jenderal yang menangani fakir-miskin dengan seluruh Direktoratnya tanpa bersisa, justru di hapus oleh Presiden Jokowi.
Sesuai dengan tugas khusus pada Inpres 4/2025, Mensos tugasnya lebih bersifat melakukan sinkronisasi dan mendukung pemutakhiran data tunggal sosen (sosial dan ekonomi) yang dilaksanakan oleh BPS. Data tunggal sosen dari BPS inilah yang menjadi sumber penetapan pemberian bantuan dan/atau pemberdayaan sosial.
Hal tersebut menjelaskan, Kemensos tidak lagi sebagai pihak yang mengeluarkan data by name by address siapa masyarakat yang mendapat bantuan social, PBI JKN, dan bantuan sosial lainnya seperti PKH dan BLT. Data tunggal sosen itu dikeluarkan oleh BPS.
Penjelasan diatas merupakan gambaran situasi posisi Kemensos saat ini sangat sulit. Jika dalam UU 13/2011, Kemensos melakukan verifikasi dan validasi data Fakir Miskin yang diterbitkan oleh BPS. Dalam Inpres No.4/2025, tugas pemutakhiran data itu dikerjakan BPS. Kemensos hanya sebagai pengguna data yang telah diverifikasi dan validasi BPS.
Apakah Tim Penyusun Inpres No.4/2025 tidak merujuk pada UU 13/2011, atau Kemensos tidak layak lagi mengurus fakir-miskin, karena tidak ada unit kerja diberbagai level struktur organisasi Kemensos yang menangani Fakir Miskin.
Jika sebelumnya, tugas tersebut sesuai dengan UU 13/2011 Tentang Fakir Miskin, penanganan Fakir Miskin atau kemiskinan itu sebagai bagian dari data sosial dan ekonomi, dimandatkan kepada Kemensos untuk berkoordinasi, bersinergi dengan Gubernur, Bupati, Walikota. Tetapi, dengan Inpres Nomor 4 4/2025, tugaskan itu diserahkan kepada Mendagri.
Apa saja tugas khusus itu, ada 3 poin: a. memberikan hak akses data kependudukan kepada Badan Pusat Statistik untuk kebutuhan pemutakhiran data tunggal sosial dan ekonomi nasional; b. melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan gubernur dan bupati/wali kota dalam rangka optimalisasi pemanfaatan data tunggal sosial dan ekonomi nasional; c. memfasilitasi pemerintah daerah dalam penyusunan program dan kegiatan pada rencana kerja pemerintah daerah serta anggaran pada anggaran dan belanja daerah yang mendukung integrasi dan pemanfaatan data tunggal sosial dan ekonomi nasional.
Mendagri menurut hemat kami Inpres 4/2025 itu sudah tepat untuk menjawab persoalan di lapangan, khususnya dukungan Pemerintah Daerah. Ternyata Kemensos tidak cukup berwibawah untuk berkoordinasi dengan Gubernur/ Bupati/Walikota. Terlebih sejak tidak dialokasikannya dana dekonsentrasi APBN Kemensos ke Pemerintah Provinsi, dan tidak jelasnya dukungan dana operasional pendataan DTKS yang selama ini dikerjakan.
Namun persoalan mendasarnya tugas khusus Kemendagri dan BPS berbeda dengan UU 13/2011, yang hakikatnya menjadi domain Kemensos. Tapi mungkin bagi Kemensos tidak menjadi soal, karena tugas kementerian lebih ringan.
Di mana Posisi Data PBI JKN
Dalam penyusunan RAPBN 2026, Pemerintah menetapkan orang miskin dan tidak mampu yang mendapatkan PBI JKN adalah sebesar 96,7 juta orang. Alokasi dana yang disediakan direncanakan Rp66,5 triliun meningkat dari sebelumnya sekitar Rp47 triliun untuk 96,7 juta peserta PBI JKN.
Siapa yang menetapkan jumlah peserta PBI JKN? Sesuai dengan UU SJSN, peserta PBI JKN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Maka pertama kali diterbitkan PP Nomor 101/2012 Tentang PBI JKN. PP tersebut menugaskan kepada Kemensos yang melakukan pengelolaan atas data PBI JKN tersebut.
Dalam perkembangannya, PP 101/2012, disempurnakan menjadi PP Nomor 76 Tahun 2015, terkait dengan bayi baru lahir dari PBI JKN, penggantian PBI JKN jangka waktu periode tertentu, dan _update_ penetapan perubahan data JKN.
Selain itu, ada juga Peraturan Menteri Sosial Nomor 21 Tahun 2019 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perubahan Data PBI Jaminan Kesehatan. Peraturan ini menjelaskan bahwa PBI Jaminan Kesehatan bersumber dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang ditetapkan oleh Menteri Sosial.
Karena DTKS yang mencakup PBI JKN harus diintegrasikan dengan DTSEN, maka dilakukan migrasi data. akibatnya ternyata menurut Kemensos ada sekitar 5 juta penerima PBI JKN non eligible dan menjadi non aktif. Disamping itu, sebanyak 2,3 juta peserta juga non eligible karena tidak memenuhi kriteria sebagai penerima PBI JKN.
Sampai akhir Juni 2025, data di BPJS Kesehatan, tercatat ada sebanyak 96,757.416 peserta PBI JKN yang aktif (APBN) , dan sebanyak 21.143.668 peserta PBI JKN yang non aktif. Sedangkan PBI PBPU dan BP Pemerintah Daerah (APBD), sebanyak 48.322.090 yang aktif, dan sebanyak 8,9 juta peserta non aktif. Berarti PBI JKN APBN dan APBD yang tidak aktif sekitar 30 juta peserta lebih.
Bagi peserta Non PBI dari berbagai segmen PPU, BP Mandiri, yang tidak aktif sekitar 11 juta peserta dan terbanyak di PPU swasta sekitar 8,4 juta peserta. Dari segmen non PBI ini juga yang menunggak cukup besar sekitar 15,6 juta, dan terbesar sekitar 15,2 juta di segmen Pekerja mandiri.
Sezara keseluruhan dapat disimpulkan, bahwa dari 280 juta peserta JKN ( 98%) dari jumlah penduduk, sebanyak 41,7 juta non aktif dan sebanyak 15,6 juta peserta menunggak. Kalau digabung non aktif dengan yang menunggak sebanyak 57,3 juta peserta.
Dengan terbitnya Inpres 4/2025, data PBI JKN yang sebanyak 96,7 juta peserta tahun ini harus dilakukan verifikasi dan validasi data untuk masuk dalam DTSEN oleh BPS di bawah koordinasi Menko PM. Tentu BPS berkolaborasi dengan Mendagri untuk mendapat dukungan proses verifikasi dan validasi di lapangan.
Secara bersamaan, data non aktif PBI JKN yang ada pada BPJS Kesehatan, juga harus dilakukan verifikasi dan validasi data. Bagi peserta PBI JKN yang non aktif ternyata memenuhi syarat untuk masuk dalam PBI JKN, ya harus dimasukkan. Dapat sebagai pengganti peserta PBI JKN yang hasil verifikasi dan validasi ada yang harus dikeluarkan karena tidak eligible. Ini pekerjaan yang tidak mudah tetapi memerlukan kejujuran dan transparansi proses disemua lini penyelenggara.
Selanjutnya pihak BPJS Kesehatan harus bekerja keras mengadvokasi mereka peserta PBI JKN Non Aktif karena tidak eligible masuk PBI, untuk menjadi peserta mandiri. Demikian juga melakukan berbagai strategi upaya untuk menurunkan peserta Non PBI yang menunggak ( 15,6 juta peserta) dan 11 juta peserta nonaktif non -PBI.
Disarankan agar penetapan peserta PBI JKN melalui Peraturan Pemerintah sesuai perintah UU SJSN,dan agar sejalan dengan Inpres Nomor 4/2025 Tentang DTSEN, mandatorinya diberikan Presiden kepada BPS. Tahapan pekerjaannya akan lebih ringkas, efektif dan efisien.
Cibubur, 21 Agustus 2025
*) Sesditjen Banjamsos Depsos 2000-2005/Dirjen Banjamsos Kemensos 2005-2007/Sekjen Kemensos 2007-20010/SAM Bid OTDA Mensos 2010-2013/Deputi Bidang Jamsos dan Kemiskinan Kemenko Kesra-PMK 2013-2015/Ketua DJSN 2011-2015/ Dosen FISIP UNAS/Pemerhati Kebijakan Publik.
(Ed. Hendrik I Raseukiy]