Oleh MEGA PUSPITA
Baca Juga:
Tren Kopi Sumedang Naik Daun, DiskopUKMPP: Ini Saatnya Inovasi dan Ekspansi!
BUDAYA "ngopi" di Indonesia sudah ada sejak jaman dahulu kala, jauh sebelum generasi Z, bahkan generasi X lahir.
Pada zamannya, ngopi biasa dilakukan oleh para orangtua untuk mengawali pagi hari sebelum melakukan aktivitas bekerja.
Kini, di jaman generasi millenial, budaya ngopi semakin berkembang, bahkan menjadi lifestyle yang tidak boleh terlewatkan.
Baca Juga:
5 Penyakit Bisa Menyerah jika Anda Minum Kopi Hitam Tanpa Gula
Banyak kaula muda yang melakukan berbagai aktivitas, mulai dari bekerja di luar kantor, kuliah secara daring, bahkan hanya sekedar kongkow dengan ngopi.
Terlebih saat ini, usaha coffeeshop sudah semakin berkembang dan menjamur ditiap kota besar, bahkan daerah kecil sekalipun.
Budaya ngopi yang menjadi lifestyle bagi kaum muda, kini sudah diartikan sebagai hedonisme oleh sejumlah kalangan, khususnya orangtua.
Hedonisme sendiri, dalam wikipedia, mengartikan pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan.
Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.
Biasanya, hedonisme identik dengan penilaian negatif. Pasalnya, orang dengan sikap hedonisme dianggap hanya menghambur-hamburkan uang atau boros hanya demi kesenangan dan lifestyle yang tidak ada habisnya.
Padahal, ternyata, hedonisme tidak selalu mengarah kepada hal negatif, tergantung dari cara dan bijaknya personal dalam melakukan hedonisme.
Ngopi, ternilai menjadi salah satu hedonisme yang positif selain daripada image konsumtif.
Tidak selalu aktivitas ngopi itu menjadi salah satu hedonisme yang cenderung boros. Hal itu ketika individu benar-benar menyikapi budaya ngopi sesuai dengan porsi dan kebutuhannya.
Ngopi, kini menjadi salah satu akses atau perumpamaan sederhana seseorang untuk menjalin atau terjalinnya sebuah komunikasi berkualitas.
Seperti, pembahasan bisnis, projek perkerjaan, rencana usaha, kerja kelompok belajar mulai dari siswa hingga mahasiswa, reuni, atau rapat-rapat penting lainnya, semua menggunakan perumpamaan ngopi.
Berawal dari perumpamaan sederhana itu pun, banyak hal baik dan positif terjadi berkat dari budaya ngopi.
Yang paling signifikan ialah komunikasi dua arah yang terjalin baik tanpa adanya distraksi. Ketika berhadapan atau dihadapkan dengan secangkir kopi, biasanya, seseorang akan fokus menikmati suasana, terlebih ketika bersama lawan bicara.
Selain itu, terjalinnya silaturahmi atau relationship yang mampu membangkitkan rasa kebersamaan di tengah maraknya 'generasi nunduk' akibat keberadaan gadget atau smartphone yang mampu dengan sempurna mengalihkan perhatian nyata seseorang.
Namun dengan ngopi, sedikit menyingkirkan atau menggeser aktivitas dunia maya yang cenderung ghaib karena dapat memasukkan seseorang ke alam bawah sadar yang membuat personal terlena dan melupakan dunia nyata.
Maka dari itu, Ngopi, tidak selalu menjadi sikap atau budaya hedonisme yang bersifat konsumtif, namun terdapat sisi positif dari aktivitas yang kini menjadi lifestyle tersebut. (Mega Puspita, Humbel Owner of Kopi Jempoll)-non