WAHANANEWS.CO, Jakarta - Relasi Sipil-Militer dan Ancaman Otoritarianisme. Sebelum melanjutkan penulisan artikel ini, saya ingin menyampaikan hal berikut:
“Tulisan ini terinspirasi oleh demonstrasi akhir Agustus 2025 dan rumor darurat militer yang tidak terbukti karena minim referensi valid. Karena itu, menjaga relasi sipil-militer tetap penting untuk mengantisipasi potensi ancaman otoritarianisme.”
Baca Juga:
TNI Minta Maaf, Driver Ojol Dipukul Prajurit hingga Hidung Patah di Pontianak
Baiklah, saya akan mulai. Telah diketahui bahwa perjuangan masyarakat Nusantara sejak kedatangan bangsa-bangsa Barat pada abad ke-15 hingga masa kolonial dan puncaknya pada kemerdekaan tahun 1945 merupakan fakta sejarah yang tidak terbantahkan. Perlawanan untuk merebut kemerdekaan dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat dari Sabang hingga Merauke melalui berbagai bentuk perjuangan.
Laskar rakyat, organisasi pergerakan, hingga tokoh-tokoh pahlawan seperti Pangeran Diponegoro, Kapitan Pattimura, Cut Nyak Dien, dan Pangeran Antasari memimpin perlawanan bersenjata melawan penjajah.
Ketika Jepang memasuki Nusantara pada tahun 1942, pasukan bentukan mereka seperti Pembela Tanah Air (PETA) juga turut memberi kontribusi dalam proses perjuangan.
Baca Juga:
Reformasi Polri harus Tunduk pada Mandat Konstitusi, Bukan Jadi Komoditas Politik Kekuasaan
Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, kekuatan rakyat dan militer disatukan melalui Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian berkembang menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), lalu Tentara Republik Indonesia (TRI). Pada 3 Juni 1947, seluruh laskar dan badan perjuangan dilebur menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan Jenderal Sudirman sebagai panglima besar.
Rangkaian sejarah tersebut menunjukkan bahwa perjuangan kemerdekaan adalah hasil sinergi masyarakat sipil dan cikal bakal militer nasional.
Soekarno sebagai Presiden pertama sekaligus proklamator menjadi simbol penting perjuangan sipil, sementara militer tumbuh sebagai benteng pertahanan negara. Namun, dalam konteks politik, relasi sipil-militer sejak awal sudah memperlihatkan tarik-menarik kepentingan yang cukup kuat.