Lebih lanjut, Vivi mengatakan curah hujan sedang hingga sangat lebat memang mendominasi wilayah Jawa dalam beberapa hari terakhir. Selain Jawa Tengah, wilayah Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur, bahkan Nusa Tenggara juga terpantau mengalami kondisi tersebut.
"Perbedaan dampak yang terjadi dari hujan lebat pada lokasi yang berbeda sangat dipengaruhi oleh kerentanan dan keterpaparan terhadap bencana hidrometeorologis. Sehingga kondisi topografi, tata guna lahan, dan faktor lingkungan juga perlu diperhatikan," jelas Vivi.
Baca Juga:
DPRD Kota Semarang Minta Pemerintah Tingkatkan Kesiapan Hadapi Banjir Musim Hujan
Meski intensitasnya berkurang, Vivi mengingatkan masyarakat agar tetap waspada. Pasalnya, curah hujan cukup tinggi di wilayah Jawa Tengah masih berpotensi terjadi pada awal 2023.
"Curah hujan yang cukup tinggi di wilayah Jawa Tengah terpantau masih berpotensi terjadi pada awal tahun 2023. Meskipun potensinya terpantau berkurang, masyarakat diminta tetap waspada," katanya.
Ia menegaskan BMKG, baik di pusat dan daerah, terus melakukan koordinasi dan mengirimkan peringatan dini. Hal ini ditujukan agar pemerintah daerah (Pemda) bisa melakukan langkah-langkah mitigasi untuk memperkecil kerugian yang mungkin terjadi.
Baca Juga:
Akibat Pungli Rp160 Juta, Mantan Lurah di Semarang Dihukum 4 Tahun
Di lain sisi, Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan, ada faktor lain yang menyebabkan banjir Jawa Tengah. Selain cuaca ekstrem, peningkatan tinggi muka air laut menyebabkan air masuk ke daratan atau banjir rob.
Lebih lanjut, faktor kondisi lingkungan yang sudah tidak mampu menahan air hujan juga berperan. Akibatnya, air tidak masuk ke dalam tanah atau mengalir ke daerah lain lewat Daerah Aliran Sungai (DAS).
"Perlu adanya analisis yang lebih mendalam dengan tidak hanya melibatkan faktor cuaca saja, namun juga dengan menganalisis kondisi lingkungan untuk mengetahui karakter kemudahan suatu wilayah untuk mengalami bencana banjir," kata Guswanto saat dihubungi.