"Pemerintah daerah perlu melakukan aksi mitigasi dan aksi kesiapsiagaan segera. Lahan pertanian berisiko mengalami puso alias gagal panen akibat kekurangan pasokan air saat fase pertumbuhan tanaman," kata Dwikorita, mengutip laman resmi BMKG.
"Di sektor perikanan, perubahan suhu laut dan pola arus selama El Nino dan IOD positif yang mendingin, biasanya justru berpotensi meningkatkan tangkapan ikan. Peluang dari kondisi ini harus dimanfaatkan karena dapat mendukung ketahanan pangan nasional," lanjut dia.
Baca Juga:
Distan Banten Siapkan 1.012 Pompa Air Antisipasi Dampak Perubahan Iklim
Ia menjelaskan fenomena El Nino dan IOD positif saling menguatkan sehingga membuat musim kemarau tahun ini dapat menjadi lebih kering dan curah hujan pada kategori rendah hingga sangat rendah.
Jika biasanya curah hujan berkisar 20 mm per hari, maka pada musim kemarau ini angka tersebut menjadi sebulan sekali atau bahkan tidak ada hujan sama sekali.
Dwikorita memprediksi puncak kemarau kering ini akan terjadi pada Agustus hingga awal September dengan kondisi akan jauh lebih kering dibandingkan tahun 2020, 2021, dan 2022.
Baca Juga:
Ancaman La Nina Tak Seburuk Dugaan, BMKG Ungkap Sisi Positif Tersembunyi
Berdasarkan pengamatan BMKG, indeks El Nino pada bulan Juli ini mencapai 1,01 dengan level moderat, sementara IOD sudah memasuki level indeks positif.
Sebelumnya, pada Juni hingga dasarian 1 bulan Juli, El Nino masih dalam level lemah sehingga dampaknya belum dirasakan.
Setelah itu, dalam waktu yang bersamaan, El Nino dan IOD positif yang bersifat global dan skala waktu kejadiannya panjang dalam hitungan beberapa bulan terjadi dalam waktu bersamaan.