"Jinn Ransomware Builder sebenarnya adalah honeypot, tetapi beberapa fitur yang disajikan di atas adalah nyata," tulis Cornea.
Trik di balik fitur canggih
Baca Juga:
6 Juta Data NPWP Diduga Bocor, Termasuk Milik Jokowi dan Gibran di Daftar Utama!
Beberapa fitur dalam Jinn hanya ilusi, fitur multi-bahasa yang diiklankan ternyata hanyalah sekedar prompt yang dirancang untuk meningkatkan daya tarik. Fitur enkripsi dan dekripsi juga digunakan untuk menyembunyikan backdoor yang telah diprogram sebelumnya.
Namun kenyataannya Jinn adalah honeypot yang dirancang untuk memancing para hacker. Dengan memanfaatkan kelalaian pengguna, Cornea bisa mendapatkan informasi sensitif para hacker yang mencoba perangkat ini untuk kejahatan.
Dalam laporan lengkapnya, Cornea menegaskan bahwa semua aktivitas ini dilakukan di lingkungan simulasi dan tidak melibatkan pelanggaran hukum. Ia juga mengingatkan bahwa pendekatan seperti ini, meskipun kreatif dan efektif, memiliki batasan legal yang sangat tipis.
Baca Juga:
Bangun Awareness Trend ‘Hacker’, Butterfly Consulting Indonesia Tawarkan Pelatihan Cyber Security
"Kegiatan ini dilakukan dalam lingkungan simulasi. Tidak ada upaya peretasan ilegal yang dilakukan dan saya sangat tidak menganjurkan tindakan semacam itu," tulis Cornea.
Menurutnya, penting untuk memastikan bahwa tindakan semacam ini tidak dilakukan tanpa pemahaman mendalam tentang risiko hukum dan etika.
Kasus ini memicu diskusi mengenai etika hack balik. Beberapa pihak menganggap pendekatan Cornea sebagai langkah defensif yang kreatif, sementara yang lain menyoroti potensi pelanggaran hukum dari tindakan semacam ini.