"Pemanasan suhu permukaan di Laut Jawa sebesar 0,9 derajat Celsius mengakibatkan terbentuknya wilayah bertekanan rendah yang mengonsentrasikan kelembapan dan menggagalkan musim kemarau," jelasnya.
Ia menambahkan bahwa karakteristik kemarau pun tidak terbentuk seperti biasanya.
Baca Juga:
Kemarau Telat Datang, BMKG Imbau Warga Waspadai Krisis Air
"Karakter musim kemarau yang ditandai dengan awan-awan cirrocumulus pun tidak terbentuk karena aktivitas awan cumulus congestus yang masih intensif terbentuk setiap hari di wilayah Sumatera dan Jawa," imbuhnya.
Menurut Erma, situasi ini menyebabkan musim kemarau mengalami pergeseran ekstrem, bahkan absen di sejumlah wilayah.
"Sebagian besar daerah di Sumatera bagian selatan bahkan tidak akan mengalami kemarau sepanjang tahun ini," katanya. Hal yang sama diperkirakan akan terjadi di wilayah Jabodetabek.
Baca Juga:
Bulan Juni Identik Musim Kemarau, Masih Adakah Hujan? Ini Kata BMKG
"Wilayah seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi juga tidak mengalami kemarau karena kriteria musim kemarau berupa minim hujan (kurang dari 50 milimeter) selama tiga dasarian berturut-turut tidak tercapai," lanjutnya.
Kendati demikian, masih ada beberapa daerah yang tetap mengalami musim kemarau secara normal.
"Masih ada beberapa wilayah yang tetap mengalami musim kemarau normal dengan ciri minim hujan sejak Juni hingga September," ungkap Erma.