WahanaNews.co, Jakarta - Perusahaan keamanan siber, Kaspersky, mengungkapkan bahwa lebih dari 50 juta infeksi lokal terdeteksi di Indonesia sepanjang tahun 2023 lalu.
Dalam kurun waktu tersebut, sekitar 41,1% pengguna menghadapi ancaman tersebut. Dalam laporan mereka, Kaspersky mencatat adanya 51.261.542 insiden lokal pada komputer yang tergabung dalam KSN di Indonesia. Meskipun jumlah ini mengalami penurunan sejak tahun 2020, namun masih melampaui angka 50 juta.
Baca Juga:
Polisi Ungkap 300.000 Data Dibeli Sindikat Kejahatan Siber dari Dark Web
Pada tahun 2022, contohnya, tercatat 56.463.262 insiden yang terdeteksi, mengalami penurunan sebesar 9,21% dibandingkan tahun sebelumnya. Puncak jumlah serangan dicapai pada tahun 2020, dengan lebih dari 111 juta ancaman terdeteksi.
Ancaman lokal yang terjadi pada tahun lalu menempatkan Indonesia di peringkat ke-66 secara global dalam hal deteksi ancaman lokal. Posisi teratas ditempati oleh Turkmenistan dengan 67,4% pengguna mengalami serangan ancaman lokal.
Kaspersky juga mengungkapkan penyebab insiden tersebut karena adanya serangan worm dan virus file.
Baca Juga:
Pakar Keamanan Siber Ingatkan Pemerintah Soal Batas Waktu Pembentukan Komisi PDP
Dalam keterangan resminya, Kaspersky juga menyinggung soal kebijakan Bring Your Own Devices (BYOD) di dalam negeri. Ini menjadi tantangan dalam menghadapi ancaman kejahatan siber.
Kaspersky menyampaikan bahwa banyak karyawan pada akhirnya menggunakan perangkat pribadi untuk mengakses jaringan perusahaan.
Praktik ini dapat menimbulkan risiko jika perangkat pribadi yang digunakan oleh karyawan tidak memiliki perlindungan terhadap ancaman siber.
Yeo Siang Tiong, yang menjabat sebagai General Manager Kaspersky Asia Tenggara, menjelaskan bahwa kebijakan BYOD (Bring Your Own Device) harus disertai dengan penerapan standar keamanan yang setara dengan perangkat milik perusahaan.
Ini mencakup perlindungan perangkat yang digunakan di luar lingkungan perusahaan, sebagaimana halnya keamanan jaringan di kantor.
"Untuk alasan ini, kami mengajak organisasi untuk merancang kebijakan keamanan yang dapat diterapkan pada semua jenis perangkat, tanpa memandang platformnya, karena solusi keamanan bisnis tradisional saat ini tidak mampu memberlakukan aturan dan fitur keamanan yang sama pada ponsel pintar dan tablet," ungkap Yeo dalam pernyataannya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]