Memang dalam palagan perang Rusia-Ukraina banyak improvisasi yang dilakukan oleh kedua belah pihak pada persenjatannya, baik Rusia dan Ukraina. Di sisi Ukraina, improvisasi pada meriam S-60 karena keterbatasan senjata yang mereka miliki.
Nama lengkap meriam ini adalah AZP S-60 dan diproduksi di era Uni Soviet mulai tahun 1950, di Indonesia sendiri meriam buyut ini juga masih beroperasi dengan beragam upgrade agar tetap bisa digunakan di era modern.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Di Indonesia S-60 bertugas bersama Batalyon Arhanudse (Artileri Pertahanan Sedang) TNI AD. Meriam sepuh ini mengusung kaliber 57 mm, dengan sistem pemandu terintegrasi; Si Mbah masih bisa menembak sasaran sampai jarak 6.000 meter.
Meriam ini termasuk salah satu produk Soviet yang paling laris pada masanya, hingga kini beberapa negara dengan anggaran militer pas-pasan masih mempercayakan Si Mbah untuk bertugas. Selain dibuat Soviet, S-60 juga dibuat secara lisensi oleh China (Type 59) dan Hungaria (SZ-60).
Sudut elevasi laras S-60adalah -4 hingga 87 derajat yang bisa berputar 360 derajat, untuk sistem reload amunisi memakai konsep manual dengan klip (magazine)/cartridge, dimana 1 magqzine berisi 4 amunisi.
Baca Juga:
Usai Puluhan Tentara Ogah Balik Perang ke Gaza, Israel Kalang Kabut
Sementara waktu untuk reload adalah 4 sampai 8 detik. Dengan bidikan lewat teleskop bisa membidik target pada jarak 5.500 – 6.000 meter. Sementara dengan bantuan radar rangefinder D-49, kemampuan deteksi untuk menembak target bisa lebih jauh.
Meski sudah sepuh, kabar baiknya suku cadang S-60 di Indonesia masih terawat dengan baik, bahkan suku cadang tersebut kini telah diproduksi sendiri supaya proses pemeliharaan meriam berfungsi dengan baik. Dan untuk amunisi 57 mm pun telah diproduksi secara mandiri oleh PT Pindad di Bandung.
Mengutip artikel indomiliter.com, meriam S-60 Arhanud TNI AD saat ini dibagi dalam dua kelompok, pertama adalah S-60 57 mm Retrofit dan S-60 57 mm TAKT (Tanpa Alat Kendali Tembak). Untuk S-60 Retrofit sudah dilakukan sejumlah modifikasi, sehingga meriam dapat digerakkan secara elektrik menggunakan tenaga listrik dari dua baterai yang tersedia dan yang kedua dengan cara Remote Control yang dikendalikan dari FCS (Firing Control System).