WahanaNews.co | Kasus intoleransi di dunia pendidikan terjadi sejak bertahun-tahun
lalu, terutama di sekolah negeri.
Padahal sekolah negeri seharusnya bisa
menjadi contoh pendidikan toleransi karena sifatnya yang umum dan majemuk.
Baca Juga:
Komisi Dakwah MUI Minta SKB Seragam Sekolah Dicabut
Demikian dikatakan Komisioner Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, dalam
diskusi bertajuk Sekolah Sebagai Penyemai
Toleransi: Respon Terhadap SKB 3 Menteri, yang
digelar Imparsial dan Yayasan Cahaya Guru secara daring, Senin (8/2/2021).
"Saya yakin bahwa sekolah negeri
bisa jadi model dan contoh untuk anak-anak yang ketika jadi pemimpin, mereka
sudah belajar toleransi dan nilai-nilai kebangsaan sejak saat ini," kata
Retno.
Oleh karena itu, Retno mengapresiasi
keputusan pemerintah untuk mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri
tentang seragam sekolah dan atribut keagamaan di sekolah negeri.
Baca Juga:
PSI: Penerapan SKB Seragam Sekolah Harus Konsekuen
Sebab, sekolah negeri dibiayai oleh
pajak semua agama, jadi seharusnya diperuntukkan bagi semua agama.
"Jika pedoman ini diberlakukan
dengan baik, kondisi siswa dan guru akan majemuk," ujarnya.
Jika SKB ini diperluas ke sekolah
swasta, Retno mengatakan sepertinya belum perlu.
"Penerapan di sekolah negeri saja
penolakannya sudah sedemikian luas. Padahal sekolah negeri kan sekolah
pemerintah. Bagaimana kalo diterapkan di sekolah swasta juga?" tambahnya.
Sementara itu, Komisioner Komnas HAM,
Beka Ulung, mengatakan, SKB 3 Menteri adalah respons terhadap
fenomena yang terjadi sekaligus upaya untuk mengembalikan sistem pendidikan
Indonesia ke pola awal sesuai UU Sisdiknas.
Tindak intoleransi yang terjadi di
SMKN 2 Padang adalah puncak gunung es dari kasus-kasus serupa di Tanah Air.
"Bagi saya, SKB 3 Menteri ini
merupakan bentuk adanya ketegasan negara sekaligus pengakuan bahwa memang ada
yang salah selama ini di institusi pendidikan kita," tuturnya.
Hal itu juga diakui oleh Ketua Yayasan
Cahaya Guru, Henny Supolo Sitepu.
Menurutnya, pengakuan itu penting
karena jika diabaikan terus menerus, tentu akan sulit mengatasi masalah
intoleransi ini.
"Selama ini kan masalah
intoleransi di dunia pendidikan tidak pernah diakui. Masyarakat tahu itu ada,
tapi tidak pernah diakui dan dianggap baik-baik saja. Padahal bagaimana kita
memperbaiki sesuatu jika mengakuinya saja tidak bisa?" kata Henny.
Sementara Wakil Direktur Imparsial,
Ardi Manto Adiputra, menilai, sesungguhnya SKB 3 Menteri ini tidak
cukup untuk menjawab intoleransi di dunia pendidikan.
"Namun, sebagai langkah awal
membangun toleransi di dunia pendidikan, ini patut diapresiasi," ujar
Ardi. [dhn]