Jumlah batuan mantel yang tersedia untuk diserpentasikan di pegunungan saja menunjukkan bahwa hidrogen putih bisa mengubah permainan dalam penanganan krisis iklim.
Geoffrey Ellis, ahli geokimia dari US Geological Survey (USGS), yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan bahwa proses yang membawa batuan mantel mendekati permukaan sudah banyak diketahun. Namun, yang baru dari penelitian ini adalah bahwa hasil studi ini menyediakan pendekatan kuantitatif untuk menilai potensi hidrogen putih dari berbagai tempat yang berbeda di mana batuan mantel terangkat.
Baca Juga:
Pesta Raya Flobamoratas, Ajang Festival Mendekatkan Isu Perubahan Iklim kepada Masyarakat Luas
Menurut Frank, pertanyaan besarnya sekarang adalah menemukan di mana hidrogen putih terakumulasi di reservoir besar yang dapat dibor. Hal ini juga memungkinkan untuk merangsang serpentisasi secara artifisial dengan mengebor area di mana batuan mantel dekat dengan permukaan dan memompa air.
Eksplorasi awal sudah dilakukan di beberapa daerah termasuk Prancis, Balkan dan AS.
Ellis menjelaskan penelitian baru ini dapat membantu memandu para ahli geologi ke daerah-daerah dengan potensi terbesar untuk sumber daya hidrogen putih berskala besar dan kemungkinan besar akan memiliki dampak langsung dan substansial terhadap eksplorasi hidrogen geologi.
Baca Juga:
Hadapi Krisis Iklim Global di NTT, VCA Gelar Dialog Publik Bertajuk "Suara Bae Dari Timur"
Ada banyak langkah untuk menciptakan industri hidrogen putih yang layak, termasuk mengembangkan metode yang dapat diandalkan dan ekonomis untuk mengekstraknya dan infrastruktur untuk menyimpan dan mengangkutnya. Kemungkinan akan memakan waktu puluhan tahun untuk dikomersialkan.
"Kita tidak boleh berharap ini akan menjadi obat ajaib yang instan," kata Frank.
"Minyak adalah sesuatu yang membuat penasaran sampai tekniknya siap untuk diterapkan dalam skala besar, hidrogen putih mungkin akan mengikuti jalur yang sama," lanjut dia.