“Saya mengucapkan selamat bagi Universitas Pertamina atas pencapaiaan yang luar biasa ini. Saya yakin ini merupakan buah dari kerja keras dan ketekunan. Teman-teman Universitas Pertamina telah menunjukkan kepada kita semua bahwa mahasiswa Indonesia mampu bersaing di tingkat regional dan internasional,” papar Henricus.
Inovasi Athallah menonjol karena memiliki sejumlah keuntungan, yakni biaya yang lebih terjangkau karena dibuat dari limbah minyak jelantah dan lebih ramah lingkungan bila dibandingkan dengan metode konvensional, yakni insinerasi dan land filling.
Baca Juga:
Hasil Uji Lab Lemigas Tunjukan Kualitas Pertamax Penuhi Spesifikasi Dirjen Migas
“Metode insinerasi dilakukan dengan cara membakar limbah lumpur minyak. Metode ini memang jauh lebih cepat, namun akan menghasilkan emisi karbon dioksida yang sangat tinggi,” ujarnya.
“Sedangkan metode landfilling dilakukan dengan menimbun limbah di dalam tanah. Metode ini juga kurang efisien karena memerlukan lahan yang sangat luas,” sambung Athallah.
Sebelum bertolak ke Houston, Athallah juga berhasil mendapatkan Penghargaan Kehormatan ajang Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Nasional (PILMAPRES).
Baca Juga:
Field Trip SMKN 1 Kota Sorong, SKK Migas-Pertamina EP Papua Dukung Pengembangan Pendidikan
Athallah bersaing di babak final bersama dengan 15 mahasiswa berprestasi lainnya dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Bagi siswa/siswi yang tertarik untuk menjadi engineer di bidang hulu migas, dapat bergabung di Program Studi Teknik Perminyakan Universitas Pertamina (UPER).
Saat ini, kampus besutan PT Pertamina (Persero) tersebut sedang membuka pendaftaran untuk Seleksi Nilai Rapor (non tes) untuk Tahun Akademik 2022/2023.