WahanaNews.co | Sepanjang perjalanan sejarahnya, Tentara Nasional Indonesia atau TNI telah mengoperasikan beragam jenis alutsista yang dipergunakan sebagai penangkis serangan udara atau yang dikenal dengan nama artileri pertahanan udara (Arhanud).
Meskipun dianggap sudah ketinggalan zaman, akan tetapi peran artileri pertahanan udara di era perang modern sepertinya masih akan diperlukan mengingat perubahan strategi peperangan yang selalu berjalan dinamis.
Baca Juga:
Kapuspen TNI Bantah Perwiranya Jadi Beking Tersangka Perundungan Anak SMA di Surabaya
Salah satu sistem artileri pertahanan udara (Arhanud) yang dioperasikan oleh TNI adalah ZastavaM55 atau yang dalam ruang lingkup TNI dikenal dengan nama Triple Gun.
Alutsista legendaris ini pernah menjadi artileri pertahanan udara andalan militer Indonesia pada masa orde lama hingga orde baru sebelum digantikan dengan alutsista sejenis yang jauh lebih modern.
Didatangkan dari Yugoslavia
Baca Juga:
Skandal Judi Online: 4.000 Prajurit TNI Kena Sanksi, Danpuspom Beri Peringatan Keras
Pada dekade 60-an kondisi percaturan geopolitik Indonesia lebih condong ke blok timur meskipun secara resmi Indonesia menganut haluan non-blok.
Salah satu bukti bahwa Indonesia menganut haluan non-blok adalah dengan menjalin kerjasama di bidang persenjataan dengan negara-negaran yang memiliki pandangan politik yang sama, salah satunya adalah Yugoslavia.
Pada akhir dekade 50-an hingga awal dekade 60-an, Indonesia melakukan beberapa pembelian alutsisat dari Yugoslavia. Salah satu persenjataan yang dibeli dari negara tersebut adalah meriam penangkis serangan udara Zastava M55.
Dilansir dari wikipedia.com, meriam ini sejatinya merupakan lisensi dari meriam Hispano-Suiza HS.804 20mm L/70 buatan Swiss. Pabrikan yang diberikan wewenang untuk memproduksi meriam tersebut secara lisensi adalah Zastava Arms.
Varian yang didatangkan oleh Indonesia saat itu merupakan varian M55 A2 yang merupakan meriam penangkis serangan udara standar. Meriam tersebut mulai didatangkan pada awal dekade 60-an untuk mendukung kampanye operasi Trikora di Irian Barat.
Meriam ini identik sebagai meriam pertahana udara yang dioperasikan oleh Korps Pasukan Khas (Paskhas) TNI-AU atau yang pada masa tersebut dikenal dengan nama Korps Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat).
Memiliki Tiga Laras Meriam
Sesuai dengan nama julukannya, Tripel Gun tentunya memiliki 3 laras meriam yang terpasang di setiap sistem senjatanya. Meriam tersebut mengusung kaliber 20 mm dan menggunakan peluru kaliber 20x110 mm Hispano.
Meriam yang memiliki berat kurang lebih 1.000 kg ini untuk varian yang dibeli oleh TNI saat itu dilengkapi dengan 2 roda sehingga berfungsi sebagai meriam tarik.
Akan tetapi, tidak jarang pula pihak TNI menempatkan meriam tersebut di atas truk agar lebih mudah dipindahkan dan dioperasikan.
Seiring perkembangan zaman, meriam ini masih terus berevolusi dan mengalami peningkatan sehingga melahirkan varian-varian baru.
Beberapa varian yang merupakan turunan dari meriam M55 ini adalah M55 A3B1, M55 A4B1 dan M55 A4M1.
Beberapa jenis meriam ini juga dapat dipasangkan di kendaraan beroda maupun rantai sehingga menjadi sistem artileri pertahanan udara swa-gerak (Self-proppeled Anti-Aircraft Gun)
Masih Digunakan Hingga Kini
Dilansir dari situs indomiliter.com, meskipun meriam M55 tersebut telah mulai digantikan dengan meriam yang lebih modern seperti Oerlikon Skyshield, akan tetapi keberadaan meriam tersebut ternyata masih sering terlihat disimpan oleh beberapa satuan TNI.
Bahkan, tidak jarang pula ada beberapa unit meriam yang dimodifikasi dan dipasang pada kendaraan patroli atau kapal patroli ringan.
Beberapa unit meriam tersebut kini juga telah dipensiunkan dan beberapa unit meriam tersebut menjadi koleksi di beberapa museum dan monument di markas TNI.
Menurut beberapa sumber, jumlah meriam Zastava M55 yang masih tersimpan di gudang TNI hingga saat ini berjumlah sekitar 50 unit. [ast]