Sementara itu Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap gelombang atmosfer di khatulistiwa dan kondisi lokal menjadi pemicu hujan di akhir pekan pada musim kemarau ini.
Selain itu, El Nino, fenomena pemanasan suhu muka air laut di Samudera Pasifik juga memicu penurunan curah hujan global, dan mulai aktif bulan lalu.
Baca Juga:
BMKG Hang Nadim: Kota Batam Berpotensi Hujan Sepanjang Hari Ini
Lebih jauh, BMKG mengurai beberapa faktor jadi pemicu dominasi hujan periode ini.
Pertama, faktor global tak signifikan. Itu ditandai dengan Indeks Osilasi Selatan (SOI) nilainya +3.6, Indeks NINO 3.4 baru +0.94, dan Dipole Mode Index (DMI), yang merepresentasikan pemanasan suhu laut Samudera Hindia (IOD), bernilai -0.21.
Kedua, faktor regional. Gelombang atmosfer Madden Julian Oscillation (MJO) memang kurang berkontribusi terhadap proses pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia.
Baca Juga:
Hingga 25 November: Prediksi BMKG Daerah Ini Berpotensi Cuaca Ekstrem
"Namun, gangguan fenomena MJO secara spasial terpantau aktif di wilayah Samudera Hindia barat Aceh hingga Lampung, seluruh wilayah Indonesia kecuali Kalimantan Utara bagian utara, Papua Barat bagian utara, dan Papua," kata BMKG.
Hal itu dinilai berpeluang menumbuhkan awan hujan di wilayah-wilayah yang 'terganggu' itu.
Ada pula gelombang ekuator yang aktif terjadi di wilayah Indonesia yang memicu pertumbuhan awan hujan di daerah-daerah yang dilaluinya, yakni: