Kemudian, tampak pada peta, titik merah atau indikasi air merendam daratan, juga mewarnai wilayah-wilayah di Jawa Tengah.
Yaitu sebagian di Klampok, Brebes, Sigedang, lalu sebagian besar wilayah Demak, Wdung, kemudian wilayah Pati.
Baca Juga:
BMKG: Waspada Cuaca Ekstrem, 3 Bibit Siklon Tropis Aktif Kepung RI
Sebagian besar wilayah Lamongan, dan juga sebagian Surabaya pun tak luput dari ancaman ini.
Pengamat Tata Kelola Kota dari Universitas Pakuan (Unpak) Budi Arief mengatakan, dari aspek tata kota, sejarah menunjukkan, pembangunan wilayah Jawa Barat dulunya memang dimulai dari Pantai Utara sebagai wilayah pemukiman dan pusat pertumbuhan. Sedangkan, Selatan Jawa untuk pertanian dan perkebunan.
Hal ini, kata dia, bisa saja menjadi salah satu faktor berpengaruh terhadap potensi terjadinya subsidensi atau penurunan muka tanah. Ini, kata dia, jika dilihat dari aspek tata kota suatu wilayah.
Baca Juga:
BMKG Beri Peringatan ke Sejumlah Wilayah, La Nina Mulai Menggeliat
Faktor lain, tambahnya, ada juga pengaruh iklim.
"Nah bicara tata kota, masing-masing kota punya daya tampung lingkungan. Dan ada pengaruh iklim juga. Dan yang jelas, seharusnya, pembangunan perkotaan memang harus menerapkan buffer zone. Ini wajib untuk wilayah sekitar pantai, sekian meter tidak boleh ada pembangunan. Tapi, saya lihat memang, ini belum diterapkan di sepanjang Pantura," kata Budi kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (21/10/2022).
Dalam mitigasi kebencanaan, lanjutnya, pembangunan suatu kota harus memperhitungkan risiko terjadinya tsunami.