Nadiem juga meminta pihak universitas untuk menyediakan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam hal pencegahan kekerasan seksual, serta melakukan kerja sama dengan instansi terkait untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkup akademik.
"Perguruan Tinggi wajib melakukan penanganan seksual melalui pendampingan, perlindungan, pengenaan sanksi administratif, dan pemulihan korban," demikian bunyi Pasal 10.
Baca Juga:
Tuai Keluhan di Mana-mana, Nadiem Batalkan Kenaikan UKT 2024
Lebih lanjut, Nadiem juga mengatur sanksi terhadap tindakan kekerasan seksual yang kadung terjadi. Pertama, sanksi administratif ringan yang berbentuk teguran tertulis, atau pernyataan permohonan maaf secara tertulis yang dipublikasikan di internal kampus atau media massa.
Kedua, sanksi administratif sedang yang meliputi pemberhentian sementara dari jabatan tanpa memperoleh hak jabatan atau pengurangan hak sebagai mahasiswa. Hak tersebut terdiri dari penundaan mengikuti perkuliahan alias skors, pencabutan beasiswa, atau pengurangan hak lain.
Ketiga, sanksi administratif berat ditetapkan seperti pemberhentian tetap sebagai mahasiswa, atau pemberhentian tetap dari jabatan sebagai tenaga pendidik.
Baca Juga:
Ini Daftar 30 Kampus di Dalam dan Luar Negeri Paling Diincar Pelamar Beasiswa LPDP
Kasus dugaan kekerasan seksual beberapa kali dilaporkan terjadi di perguruan tinggi saat Nadiem menjadi Mendikbudristek.
Beberapa kasus itu antara lain, terjadi di Universitas Padang hingga Universitas Jember (Unej) yang melibatkan mahasiswa. Sementara kekerasan seksual yang menimpa dosen di Universitas PGRI Argopuro (Unipar) Jember. [dhn]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.