WahanaNews.co | Pakar hukum dari Universitas Airlangga, M Hadi Subhan, mengatakan, langkah Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi dalam merumuskan rancanagan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) sudah tepat.
Undang-Undang Dasar 1945 memberi mandat untuk merancang penyelenggaraan satu sistem pendidikan nasional.
Baca Juga:
Persatuan Guru Minta Dilibatkan dalam Pembahasan RUU Sisdiknas
Namun demikian, dalam implementasi saat ini ada tiga undang-undang yang mengatur sistem pendidikan, selain UU Sisdiknas, juga ada UU Guru dan Dosen, serta UU Pendidikan Tinggi.
“Ketiga undang-undang yang ada sekarang ini semuanya mengatur tentang sistem pendidikan, sehingga kalau dijadikan satu memang sesuai dengan amanat konstitusi,” ujarnya.
RUU Sisdiknas merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Baca Juga:
Soal RUU Sisdiknas, Nadiem: Peran Kampus Diperbesar
Undang-undang tersebut telah berusia 19 tahun, sehingga menurut Hadi perlu ada revisi untuk menyelaraskan dengan perkembangan zaman, terutama dampak dari pandemi Covid-19 dan pesatnya kemajuan teknologi digital.
Hadi mengatakan integrasi ketiga undang-undang menjadi satu regulasi itu diharapkan akan menciptakan harmonisasi dan sinkronisasi yang belum dilakukan dalam sistem pendidikan nasional selama ini.
Tak Tumpang Tindih dan Ikut Perkembangan Zaman
Poin penting yang mendasari pembahasan RUU Sisdiknas, menurut Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Anindito Aditomo, karena adanya mandat UUD 1945 untuk merancang penyelenggaraan satu sistem pendidikan nasional.
Menurut dia, UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen serta UU Pendidikan Tinggi, dalam praktiknya mengatur materi yang sama, sehingga saling tumpang tindih dan memunculkan potensi ketidakselarasan.
Ia mencontohkan, UU Sisdiknas dan UU Pendidikan Tinggi sama-sama mengatur Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Meskipun UU Pendidikan Tinggi fokus pada standar nasional pendidikan tinggi, tapi ada tumpang tindih yang cukup besar.
Urgensi lain dari perubahan undang-undang tersebut, ujar Anindito, karena banyak ketentuan yang sudah tidak relevan lagi untuk diimplementasikan.
Misalnya, terkait adanya kewajiban guru mengajar 24 jam tatap muka per minggu.
“Kebijakan itu apakah masih relevan untuk kondisi saat ini, karena pandemi telah mengubah tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh,” ujarnya.
Selain itu, kewajiban guru tatap muka tidak bisa disamakan antara guru di daerah dengan di kota-kota besar.
Aturan atau ketentuan tersebut saat ini dikunci dalam undang-undang, sehingga tidak fleksibel.
Akibatnya, kalau ada perkembangan zaman dan teknologi, atau kejadian tidak terduga, seperti pandemi, hal teknis tidak bisa segera disesuaikan di lapangan, padahal perlu disesuaikan.
Anindito mengatakan, RUU Sisdiknas nantinya hanya mengatur hal-hal fundamental dan prinsip, sedangkan soal teknis diatur pada level peraturan pemerintah atau peraturan menteri.
Jangan Tergesa-gesa
Langkah pemerintah menyiapkan materi RUU tentang perubahan atas UU Sistem Pendidikan Nasional menuai pro-kontra di kalangan masyarakat.
Keinginan pubik untuk ikut terlibat dalam penyusunan RUU Sisdiknas telah mendorong munculnya berbagai masukan, pendapat hingga kritik terhadap proses persiapan RUU Sisdiknas yang diinisasi pemerintah itu.
Desakan agar tidak tergesa-gesa merevisi RUU Sisdiknas tanpa keterbukaan dan uji publik secara lebih luas, terus mengemuka.
Aliansi Penyelenggaraan Pendidikan Berbasis Masyarakat, yang terdiri dari Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, LP Maarif NU PBNU, Majelis Pendidikan Kristen, Majelis Nasional Pendidikan Katolik, Perguruan Taman Siswa dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), meminta agar pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional ditunda karena adanya ketergesaan dan tidak transparan.
Aliansi menyatakan, revisi UU Sisdiknas memang diperlukan, namun revisi ini memerlukan kajian yang mendalam, naskah akademik yang komprehensif, keterlibatan publik yang luas, dan berbagai macam perundangan yang beririsan.
Pemerhati pendidikan dari Vox Populi Institute Indonesia, Indra Charismiadji, meminta agar perancangan RUU Sisdiknas melibatkan publik sejak awal dan transparan.
“Jangan sampai RUU Sisdiknas tersebut menjadi kegaduhan baru di dunia pendidikan,” ujarnya.
Masih Tahap Awal
Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, mengatakan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Sisdiknas masih pada tahap awal perencanaan dan tidak dilakukan tergesa-gesa, sebab akan ada pelibatan publik yang lebih luas lagi.
Dia mengaku sangat sadar terkait pelibatan publik, namun harus dilaksanakan secara bermakna, bukan sekadar formalitas.
“Artinya memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan kajian naskah akademik tentang RUU Sisdiknas,” ujarnya.
Uji publik terbatas sudah dilakukan beberapa kali untuk meminta masukan dari berbagai perwakilan organisasi pemangku kepentingan pendidikan maupun individu untuk menyempurnakan draf naskah akademik dan RUU.
Anindito mengatakan, setelah serangkaian uji publik terbatas pada tahap pertama, saat ini tim sedang memproses masukan dari puluhan organisasi dan individu.
“RUU itu masih draf pertama untuk menghasilkan draf kedua. Tidak ada ketergesa-gesaan karena setelah ini akan ada dialog publik selanjutnya,” ujar Anindito.
Pemerataan Pendidikan
RUU Sisdiknas, kata Anindito, nantinya menawarkan sejumlah perubahan untuk memperkuat dan mempertegas definisi prinsip-prinsip penyelengaraan yang sudah baik dalam UU Sisidiknas saat ini.
Dia mengatakan, prinsip demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dielaborasi maknanya, sehingga tidak ambigu.
Selain itu, kata dia, karena mengintegrasikan UU Pendidikan Tinggi, dimasukkan prinsip yang belum muncul di UU Sisidiknas, yaitu menjunjung tinggi kebenaran ilmiah.
Anindito mengatakan, RUU Sisdiknas juga akan mengubah prinsip pembelajaran dengan berorientasi pada pelajar serta memberi ruang untuk memperjuangkan hak-hak kelompok minoritas.
“Sistem pendidikan nasional yang diharapkan mampu menjamin pemerataan akses pendidikan kepada semua warga negara, menjamin mutu dan kualitas pendidikan secara merata di seluruh Indonesia sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam penyelenggaraan pendidikan,” kata dia.
Anindito mengatakan, tujuan dari Rancangan UU Sisdiknas untuk memenuhi amanat pasal 31 ayat 1 UUD 45 untuk mewujudkan satu sistem pendidikan nasional.
“Maka sejatinya kehadiran RUU Sisdiknas menjadi kabar baik bagi dunia pendidikan di Tanah Air,” ujarnya. [gun]