WahanaNews.co | ESA (European Space Agency) dan NASA (The National Aeronautics and Space Administration) sukses memotret Matahari dengan resolusi tertinggi berupa cakram penuh, atmosfer luar dan korona yang pernah diambil dari Extreme Ultraviolet Imager (EUI), seperti dilansir ESA, akhir pekan ini.
Gambar lain, yang diambil oleh instrumen Spectral Imaging of the Coronal Environment (SPICE) mewakili gambar Matahari penuh pertama dari jenisnya dalam 50 tahun, dan sejauh ini yang terbaik, diambil pada panjang gelombang Lyman-beta dari sinar ultraviolet yang dipancarkan oleh gas hidrogen.
Baca Juga:
Viral Kemunculan 2 Matahari di Sumatera Barat, BMKG Beri Penjelasan
Gambar diambil ketika Solar Orbiter berada pada jarak sekitar 75 juta kilometer, setengah jalan antara dunia kita dan bintang induknya. Solar Orbiter sendiri merupakan misi luar angkasa kerjasama internasional antara ESA dan NASA.
Teleskop resolusi tinggi EUI mengambil gambar dengan resolusi spasial yang begitu tinggi, sehingga pada jarak sedekat itu diperlukan sebuah mosaik 25 gambar individu untuk menutupi seluruh Matahari.
Gambar diambil satu demi satu, gambar penuh diambil selama lebih dari empat jam karena setiap mosaik membutuhkan waktu sekitar 10 menit, termasuk waktu untuk pesawat ruang angkasa menunjuk dari satu segmen ke segmen berikutnya.
Baca Juga:
Tahun 2024 Indonesia Bakal Alami Hari Tanpa Bayangan, Simak Jadwalnya
Secara total, gambar akhir berisi lebih dari 83 juta piksel dalam petak 9148 x 9112 piksel. Sebagai perbandingan, gambar ini memiliki resolusi sepuluh kali lebih baik daripada yang dapat ditampilkan oleh layar TV 4K.
EUI mencitrakan matahari pada panjang gelombang 17 nanometer, di wilayah ultraviolet ekstrem dari spektrum elektromagnetik. Ini mengungkapkan atmosfer bagian atas Matahari, korona, yang memiliki suhu sekitar 1 juta derajat Celcius.
Pada posisi pukul 2 (dekat gambar Bumi untuk skala) dan posisi pukul 8 di tepi Matahari, filamen gelap dapat terlihat menonjol dari permukaan. 'Tonjolan' ini cenderung meletus, melemparkan sejumlah besar gas korona ke luar angkasa dan menciptakan badai 'cuaca antariksa'.