Hasto menuturkan pertemuan itu bagus sebagai bagian dalam berdemokrasi. Menurut dia, pertemuan itu biasa dan kerap dilakukan ketua umum Megawati Soekarnoputri saat bertemu rakyat.
"Pertemuan yang ada di Dharmawangsa ya, itu kita hormati sebagai bagian dalam tradisi demokrasi kita," kata Hasto di Tanah Tinggi, kemarin.
Baca Juga:
Parpol dan Ormas Harus Jaga Moral dan Demokrasi Selama Pilkada 2024
Hasto menambahkan wacana sistem pemilu proporsional tertutup juga merupakan wewenang PDIP sebagai partai di DPR dalam fungsi legislasi. Dia menegaskan PDIP akan tetap mengusulkan sistem proporsional tertutup karena bisa menekan ongkos pemilu yang mahal.
Berdasarkan hasil penelitian Menteri Sekretaris Kabinet (Menseskab) sekaligus kader PDIP, Pramono Anung, para calon anggota dewan harus mengeluarkan uang Rp5-100 miliar untuk terpilih di DPR.
"Proporsional terbuka dalam penelitian Pramono Anung minimal paling tidak ada yang Rp5 miliar untuk menjadi anggota dewan, bahkan ada yang Rp100 miliar," terang Hasto.
Baca Juga:
Dari 49 Tokoh, Empat Ketum Parpol Penuhi Panggilan Calon Menteri Prabowo
Upaya untuk mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup kini telah dilakukan.
Gugatan terhadap sejumlah Pasal dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), termasuk soal sistem proporsional terbuka, telah bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). Dua kader partai politik dan empat perseorangan warga negara menjadi pemohon dalam uji materi ini.
Pemohon perkara nomor: 114/PUU-XX/2022 terdiri dari Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP cabang Banyuwangi); Yuwono Pintadi (anggota Partai NasDem); Fahrurrozi (Bacaleg 2024); Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan); Riyanto (warga Pekalongan); dan Nono Marijono (warga Depok). Mereka menggandeng pengacara dari kantor hukum Din Law Group sebagai kuasa.