WahanaNews.co | Sejumlah elite partai politik di DPR sepakat menolak usul Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) soal sistem pemilu proporsional tertutup atau pemilu legislatif mencoblos partai di Pemilu 2024.
Pertemuan yang diinisiasi Partai Golkar tersebut berlangsung di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Minggu (8/1) kemarin.
Baca Juga:
Parpol dan Ormas Harus Jaga Moral dan Demokrasi Selama Pilkada 2024
Mengutip CNNIndonesia, Agenda ini dihadiri oleh Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Presiden PKS Ahmad Syaikhu.
Kemudian Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali dan Wakil Ketua Umum PPP H M Amir Uskara. Perwakilan Partai Gerindra tidak hadir namun disebut menyetujui kesepakatan bersama.
"Yang hari ini tidak terlihat adalah Partai Gerindra, namun Partai Gerindra sudah berkomunikasi baik dengan saya maupun dengan NasDem, bang Ahmad Ali, dan sudah menyetujui statement yang dibuat ini," ucap Airlangga.
Baca Juga:
Dari 49 Tokoh, Empat Ketum Parpol Penuhi Panggilan Calon Menteri Prabowo
Terdapat lima poin kesepakatan yang pada pokoknya mendesak agar sistem pemilu proporsional terbuka tetap dilaksanakan dan meminta KPU menjalankan pemilu 2024 sesuai dengan jadwal dan peraturan yang sekarang berlaku.
Agenda itu mendapat respons dari PDIP yang menggelar pertemuan di waktu yang sama di Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat.
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan pihaknya menghormati pertemuan sejumlah elite partai politik di DPR yang menolak usulan sistem proporsional tertutup coblos partai di pemilu 2024.
Hasto menuturkan pertemuan itu bagus sebagai bagian dalam berdemokrasi. Menurut dia, pertemuan itu biasa dan kerap dilakukan ketua umum Megawati Soekarnoputri saat bertemu rakyat.
"Pertemuan yang ada di Dharmawangsa ya, itu kita hormati sebagai bagian dalam tradisi demokrasi kita," kata Hasto di Tanah Tinggi, kemarin.
Hasto menambahkan wacana sistem pemilu proporsional tertutup juga merupakan wewenang PDIP sebagai partai di DPR dalam fungsi legislasi. Dia menegaskan PDIP akan tetap mengusulkan sistem proporsional tertutup karena bisa menekan ongkos pemilu yang mahal.
Berdasarkan hasil penelitian Menteri Sekretaris Kabinet (Menseskab) sekaligus kader PDIP, Pramono Anung, para calon anggota dewan harus mengeluarkan uang Rp5-100 miliar untuk terpilih di DPR.
"Proporsional terbuka dalam penelitian Pramono Anung minimal paling tidak ada yang Rp5 miliar untuk menjadi anggota dewan, bahkan ada yang Rp100 miliar," terang Hasto.
Upaya untuk mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup kini telah dilakukan.
Gugatan terhadap sejumlah Pasal dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), termasuk soal sistem proporsional terbuka, telah bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). Dua kader partai politik dan empat perseorangan warga negara menjadi pemohon dalam uji materi ini.
Pemohon perkara nomor: 114/PUU-XX/2022 terdiri dari Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP cabang Banyuwangi); Yuwono Pintadi (anggota Partai NasDem); Fahrurrozi (Bacaleg 2024); Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan); Riyanto (warga Pekalongan); dan Nono Marijono (warga Depok). Mereka menggandeng pengacara dari kantor hukum Din Law Group sebagai kuasa.
Para pemohon menguji materi Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), serta Pasal 426 ayat (3) UU Pemilu.
Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu berbunyi: "Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka." [eta]