WahanaNews.co | Persaudaraan Alumni (PA) 212 dikabarkan akan menggelar aksi berupa Reuni 212 di Polda Metro Jaya, Jakarta, pada Selasa (1/12/2020) besok.
Acara
tersebut bertepatan dengan agenda pemeriksaan terhadap pentolan FPI,
Rizieq Shihab, sebagai saksi terkait kasus dugaan pelanggaran protokol
kesehatan di acara pernikahan putrinya, Syarifah Najwa Shihab.
Baca Juga:
Analis: Bebasnya Rizieq Bisa Jadi Bara Politik 2024
Berdasarkan
poster undangan yang beredar di media sosial,
tertulis "Reuni 212 Dimajukan Tanggal 1 Desember 2020 di Polda Metro
Jaya Jakarta acara Mengawal IB HRS dan Habib Hanif Al Althos".
Wartawan telah mencoba mengkonfirmasi terkait pesan
dalam poster tersebut kepada Ketua Umum PA 212, Slamet Ma"arif.
Namun, hingga berita ini diturunkan,
yang bersangkutan belum memberikan jawaban.
Baca Juga:
Habib Rizieq Bebas Bersyarat, Apa Artinya?
Sementara itu, Karo Penmas
Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono,
enggan berkomentar banyak terkait adanya seruan tersebut.
Dia hanya menegaskan bahwasannya
negara tak boleh kalah dengan segala
bentuk premanisme.
"Itu saja jawaban saya,
bagaimana nanti kami lihat perkembangannya," kata Awi di Mabes Polri,
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (30/11/2020).
Penyidik Subdit I Kamneg
Ditreskrimum Polda Metro Jaya sebelumnya telah melayangkan surat panggilan
pemeriksaan terhadap Rizieq.
Selain itu, penyidik juga turut
melayangkan surat panggilan pemeriksaan kepada menantunya Rizieq, yakni Hanif
Alatas, dan Biro Hukum FPI.
Kabid Humas Polda Metro Jaya,
Kombes Pol Yusri Yunus, mengatakan, pemeriksaan terhadap mereka
rencananya akan dilakukan pada Selasa (1/12/2020) besok. Mereka diperiksa
dengan status sebagai saksi.
"Kita jadwalkan besok
pemanggilannya untuk bisa hadir dilakukan pemeriksaan," kata Yusri di
Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (30/11/2020).
Dalam perkara ini, penyidik
mempersangkakan calon tersangka dengan pasal berlapis.
Yusri merincikan, berdasar hasil
gelar perkara, penyidik mempersangkakan calon tersangka dengan Pasal 93
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Pasal 93 itu sendiri berbunyi: Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau
menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100 juta.
Selain itu, calon tersangka juga
dipersangkakan dengan Pasal 160 dan 216 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP).
Pasal 160 KUHP berbunyi: Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan
menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap
penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah
jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana
penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.
Sedangkan Pasal 216 ayat (1)
berbunyi: Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau
permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya
mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang
diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang
siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan
guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang
pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua
minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000.
"Kemarin sudah kita lakukan
pemanggilan beberapa saksi-saksi yang tersangkut ke Pasal 160 KUHP atau Pasal
93 di Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan di
Pasal 216 KUHP," pungkas Yusri. [qnt]