WahanaNews.co | Salah
satu terpidana kasus Bank Bali, Djoko Tjandra mendapatkan remisi atau
pemotongan masa tahanan mengundang banyak pertanyaan. Salah satunya adalah ahli
hukum dari Universitas Trisakti.
Baca Juga:
Sambut Baik Dukungan Aktivis Alumni Mahasiswa Jakarta Raya, Al Haris : Buktikan Kita Solid
Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Ficar Hadjar
mempertanyakan dasar pertimbangan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang
memberikan remisi HUT RI ke Djoko Tjandra.
Ia menyebut remisi sebagai hak narapidana memang diatur
dalam UU Nomor 12 Tahun 1999 yang diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 99 Tahun
2012. Syaratnya ialah narapidana itu berkelakuan baik, sudah menjalani 1/3 masa
hukuman, menjadi JC, telah membayar denda.
Menurut dia, tak ada alasan Djoko Tjandra untuk menerima
remisi dari Kemenkumham.
Baca Juga:
Aktivis Alumni Mahasiswa Jakarta Raya Dukung Al Haris - Sani di Pilgub Jambi 2024
"Dalam konteks kasus Djoko Tjandra maka sesungguhnya
tidak ada alasan untuk memberikan remisi, karena tidak memenuhi syarat
berkelakuan baik," kata Ficar kepada wartawan, Sabtu (21/8/2021).
"Patut diwaspadai apa alasan yuridis logisnya dari
pemberian remisi tersebut. Jangan sampai pertimbangan pemberian remisinya non
yuridis," sambungnya.
Ficar menilai bahwa perbuatan Djoko Tjandra selama ini
justru tidak layak menjadi pertimbangan berkelakuan baik. Sebab, selain kasus
Bank Bali, Djoko Tjandra pun terlibat kasus pemalsuan dokumen, suap, hingga
pemufakatan jahat.
"Kelakuannya bersama Jaksa Pinangki juga rangkaian
pidana suap yang mengorbankan beberapa Jenderal di kepolisian. Jadi Ditjen PAS
itu mencari cari alasan dan tidak peka terhadap rasa keadilan yang hidup di
masyarakat," ujar Ficar.
Djoko Tjandra merupakan terpidana kasus cessie Bank Bali.
Saat ini, ia sedang menjalani pidana di Lapas Salemba Jakarta.
Ia dihukum 2 tahun penjara atas perbuatannya itu. Vonis itu
dijatuhkan pada 2009 silam. Akan tetapi, Djoko Tjandra baru dieksekusi pada 31
Juli 2020. Sebab, ia melarikan diri hampir 11 tahun.
Dalam pelariannya, ia kembali berbuat pidana. Yakni
memalsukan dokumen perjalanan agar bisa keluar masuk Indonesia serta suap agar
bebas dari hukuman kasus Bank Bali.
Usai ditangkap di Malaysia, Djoko Tjandra langsung
dieksekusi. Selain itu, dia juga diproses hukum terkait kasus surat jalan dan
suap serta pemufakatan jahat.
Untuk kasus surat jalan, ia divonis 2,5 tahun penjara.
Perkaranya masih dalam tahap kasasi.
Sementara untuk kasus suap dan pemufakatan jahat, Djoko
Tjandra dihukum 3,5 tahun penjara. Perkara ini juga masih dalam tahap kasasi.
Dalam kasus ini, Djoko Tjandra menyuap dua jenderal polisi serta Jaksa
Pinangki. [rin]