WahanaNews.co |
Memang, Presiden Joko Widodo alias Jokowi sudah berkali-kali menolak untuk
menjadi Presiden selama tiga periode.
Meski demikian, pengamat
menilai, jika partai pendukung Jokowi merestuinya untuk menjadi Presiden tiga
periode, maka hal itu bukan sesuatu yang mustahil.
Baca Juga:
Isu 'Pak Lurah' Minta 3 Periode, Ramai-ramai Menepis Hasto
Penilaian tersebut
disampaikan Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta (UNS), Dr Agus Riewanto.
Menurut Agus, situasi
pemerintahan Jokowi ini harus dibaca dalam dua konteks.
Konteks pertama, yang berkata
menolak wacana tiga periode adalah Jokowi secara pribadi.
Baca Juga:
Dukung Jokowi 3 Periode, Habib Kribo: Kenapa Tidak?
Namun, harus diingat, Jokowi
adalah kader partai, dan ketika menjadi Presiden, ia didukung oleh partai.
"Di konteks pemerintahan
Jokowi, itu memang harus dibaca dalam dua konteks. Konteks yang pertama, yang
berkata menyatakan menolak itu kan
pribadi Jokowi. Oke, pribadi Pak Jokowi dengan tegas menolak," kata Agus.
"Tapi, yang harus
diingat, Pak Jokowi adalah kader partai. Meskipun dia bukan orang asli PDIP,
tapi dia orang partai. Ketika dia menjadi Presiden, itu didukung oleh
partai," tandas Agus kepada wartawan, Selasa (22/6/2021).
Lebih lanjut Agus menyatakan,
pendukung partai-partai koalisi Jokowi sangat mungkin berkeinginan atas jabatan
tiga periode tersebut.
Sehingga, meski Jokowi
menolak secara pribadi, tapi jika partai menghendaki, maka Jokowi tidak bisa
mengelak.
"Pendukung partai-partai
koalisi Jokowi itu sangat mungkin berkeinginan untuk melakukan itu, maka
mengamandemen konstitusi dilakukan oleh koalisi partai di parlemen,"
katanya.
"Jadi, dalam konteks
Jokowi menolak, mungkin iya. Tetapi, ketika ada dalam sistem komunikasi partai,
kalau partai menghendaki, kan Jokowi
tidak bisa mengelak," terang Dosen FH UNS ini.
Agus kembali menegaskan, jika
dibaca dalam konteks komunitas partai, maka sangat mungkin Jokowi menjadi Presiden
tiga periode.
"Kalau itu terjadi suatu
masa, maka Jokowi akan mengatakan, ya
karena ini dorongan partai, saya terpaksa mengikuti partai," ujar Agus
lagi.
"Kan bisa nanti pernyataannya seperti itu, "saya sendiri enggak mau, tapi partai saya minta begitu","
imbuhnya.
"Jadi, itu sangat
mungkin, jika dalam konteks itu pembacaannya, membaca dalam konteks Pak Jokowi
yang ada dalam komunitas partai-partai," ungkap Agus.
Menurut Agus, jika Jokowi
ingin maju sebagai Presiden tiga periode, maka jalan satu-satunya adalah dengan
mengamandemen konstitusi, yakni Pasal 7 UUD 1945.
Sehingga bisa memberi ruang bagi
Jokowi dipilih sebagai Presiden untuk ketiga kalinya.
Perlu diketahui, selama ini
tidak ada ukuran kelaziman periodesasi jabatan bagi Presiden dalam konstruksi
ketatanegaraan.
Artinya, tidak ada acuan dan
tergantung pada kepentingan politik dalam sebuah negara.
"Kalau konteksnya pada
Pak Jokowi, kalau Pak Jokowi memang ingin maju menjadi Presiden untuk periode
ketiga, seperti yang disampaikan Seknas itu ya, M Qodari dan teman-teman,
dengan slogan Jokowi-Prabowo, menurut saya satu-satunya jalan itu adalah
mengamandemen konstitusi, Pasal 7 UUD 1945 itu harus diamandemen. Memberi ruang
bagi Presiden boleh dipilih tiga kali," beber Agus.
"Nah, soal berapa
periodesasi jabatan bagi Presiden, itu memang tidak ada kelaziman dalam
konstruksi ketatanegaraan," tambahnya.
"Artinya, tidak ada
acuan bakunya, itu kepentingan politik dalam sebuah negara," jelas pria
yang juga Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum
UNS ini.
Agus menuturkan, jika ingin melakukan
amandemen Pasal 7 UUD 1945, maka harus bisa memenuhi ketentuan soal bagaimana
cara mengamandemennya.
Ketentuan amandemen tersebut
tertuang dalam Pasal 37 UUD 1945, di antaranya:
1. Anggota MPR, yang terdiri
dari anggota DPR dan DPD, mengusulkan agenda amandemen.
2. Agenda amandemen tersebut
harus disetujui oleh dua pertiga dari total anggota MPR, jika ingin diproses.
3. Setelah disetujui, agenda
pembahasan bisa dimulai. Dalam pembahasan itu, dua pertiga anggota MPR harus
hadir.
4. Jika anggota MPR telah
hadir sesuai syarat, maka hasil amandemen harus disetujui oleh lebih dari 50
persen total anggota MPR. [qnt]