WahanaNews.co | Manuver Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengumumkan upaya kudeta kepemimpinannya,
memunculkan spekulasi politik.
Terutama tentang siapa orang yang
merencanakan ekspos besar-besaran drama kudeta partai yang tentu ada
untung-ruginya ini.
Baca Juga:
Pemfitnahan, Marzuki Alie Laporkan AHY ke Bareskrim
Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari, menyebut, ada
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang kini menjabat Ketua Majelis
Tinggi Partai Demokrat, di belakang rencana besar itu.
Qodari mengamati, ada sejumlah pertimbangan sebelum SBY melepaskan AHY mengumumkan
adanya rencana besar kudeta Partai Demokrat.
"King maker-nya, atau sutradaranya, ya SBY. Nah, maksud dan tujuannya, ya
tentunya untuk, pertama, mungkin
menghentikan gerakan-gerakan di dalam maupun gerakan-gerakan dari luar, yang dalam hal ini adalah Pak Moeldoko, begitu. Dengan asumsi bahwa jika ini
disampaikan ke publik, lalu kemudian AHY kirim surat ke
Jokowi, itu Jokowi akan menghentikan Moeldoko,
begitu," kata Qodari, dalam pesan elektronik kepada
wartawan, Rabu (10/2/2021).
Baca Juga:
SBY Yakin Jokowi Tak Tahu Ulah Moeldoko di Kasus Demokrat
Tujuan berikutnya, jelas untuk meningkatkan elektoral Partai Demokrat yang mulai
meredup.
Empasan isu kudeta membuat Partai
Demokrat seolah dizalimi, sehingga diharapkan bisa mengangkat citra Partai Demokrat maupun AHY.
"Yang kedua, merupakan sebagian dari strategi elektoral, baik bagi AHY sendiri maupun bagi Partai Demokrat. Bagi AHY, dengan cara ini, maka mengalami lonjakan pemberitaan, diharapkan meningkatkan simpati bahkan dukungan, karena dizalimi oleh penguasa,
begitu," paparnya.
Benefit politik yang diharapkan
berikutnya ialah memberi kesan Partai Demokrat berkonfrontasi dengan Jokowi,
bahkan pemerintah.
Bahkan melebar kepada partai
pemerintah lainnya, seperti PDIP, NasDem, PKB, malah Hanura.
"Kemudian pembelahan pemerintah
versus oposisi akan terbangun, di mana Partai Demokrat adalah
oposisi. Nah, diharapkan, ini bisa
menggalang suara masyarakat yang tidak suka atau tidak puas dengan pemerintah Jokowi,"
ujar Qodari, menganalisis.
"Dan, kebetulan, pada saat bersamaan, Prabowo dan Partai Gerindra, yang selama periode 2014-2019 menjadi lawan Jokowi, atau berada di luar pemerintahan, sekarang
sudah bergabung, sehingga ada kekosongan di situ. Nah, suara itu dimanfaatkan Partai Demokrat. Nah, itu keuntungan yang diharapkan dengan
mengumumkan rencana kudeta itu," simpul Qodari.
Namun, manuver
politik ini juga bisa mendatangkan kerugian bagi Partai Demokrat. Kerugian
utamanya, publik melihat
kepemimpinan Partai Demokrat yang tidak kokoh.
"Nah,
kerugiannya adalah sebagian dari masyarakat sebetulnya akan melihat bahwa oh
ternyata AHY tidak kuat, oh ternyata kepemimpinan PD tidak kuat, sehingga simpati akan turun," papar Qodari.
Kerugian kedua, menurut Qodari, justru
pengumuman tersebut memancing gerakan pembangkangan atau gerilya politik yang
lebih besar.
Jika tidak bisa diatasi dengan baik,
situasi internal Partai Demokrat akan terus memanas.
"Pengumuman ini bisa jadi
memancing semangat dari mereka yang mau melakukan gerakan Kongres Luar Biasa
justru menjadi luas, oh ternyata di dalam tidak kuat, oh kalau begitu kita
punya peluang. Sebetulnya pengumuman semacam itu sama dengan melempar darah ke
lautan, jadi hiu-hiu mencium bau darah dan dan menimbulkan gerakan Kongres Luar Biasa yang
sesungguhnya dalam jumlah besar," pungkasnya. [dhn]