Benefit politik yang diharapkan
berikutnya ialah memberi kesan Partai Demokrat berkonfrontasi dengan Jokowi,
bahkan pemerintah.
Bahkan melebar kepada partai
pemerintah lainnya, seperti PDIP, NasDem, PKB, malah Hanura.
Baca Juga:
Pemfitnahan, Marzuki Alie Laporkan AHY ke Bareskrim
"Kemudian pembelahan pemerintah
versus oposisi akan terbangun, di mana Partai Demokrat adalah
oposisi. Nah, diharapkan, ini bisa
menggalang suara masyarakat yang tidak suka atau tidak puas dengan pemerintah Jokowi,"
ujar Qodari, menganalisis.
"Dan, kebetulan, pada saat bersamaan, Prabowo dan Partai Gerindra, yang selama periode 2014-2019 menjadi lawan Jokowi, atau berada di luar pemerintahan, sekarang
sudah bergabung, sehingga ada kekosongan di situ. Nah, suara itu dimanfaatkan Partai Demokrat. Nah, itu keuntungan yang diharapkan dengan
mengumumkan rencana kudeta itu," simpul Qodari.
Namun, manuver
politik ini juga bisa mendatangkan kerugian bagi Partai Demokrat. Kerugian
utamanya, publik melihat
kepemimpinan Partai Demokrat yang tidak kokoh.
Baca Juga:
SBY Yakin Jokowi Tak Tahu Ulah Moeldoko di Kasus Demokrat
"Nah,
kerugiannya adalah sebagian dari masyarakat sebetulnya akan melihat bahwa oh
ternyata AHY tidak kuat, oh ternyata kepemimpinan PD tidak kuat, sehingga simpati akan turun," papar Qodari.
Kerugian kedua, menurut Qodari, justru
pengumuman tersebut memancing gerakan pembangkangan atau gerilya politik yang
lebih besar.
Jika tidak bisa diatasi dengan baik,
situasi internal Partai Demokrat akan terus memanas.