WahanaNews.co, Medan – Pada Sabtu (5/8/2023), puluhan anggota TNI mendatangi Polrestabes Medan. Kedatangan TNI dipimpin oleh Mayor Dedi Hasibuan.
Kabar beredar, sempat terjadi cekcok saat Dedi datang bersama sejumlah anggota Kodam I/Bukit Barisan lainnya.
Baca Juga:
Oknum TNI di Palu Tampar Manajer SPBU, Mediasi Gagal Berujung Laporan
Terkait hal ini, Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Hadi Wahyudi mengatakan kejadian tersebut adalah kesalahpahaman personal, bukan institusi. Kata Hadi, kedatangan Mayor Dedi untuk berkoordinasi terkait status penahanan keluarganya yang kini menjadi tersangka, yakni ARH.
“Iya betul, beliau hadir ke Satreskrim Polrestabes Medan untuk berkoordinasi terkait permohonan penangguhan penahanan, dalam kapasitas Mayor Dedi Hasibuan sebagai keluarga ARH, salah seorang tersangka pemalsuan surat tanah,” kata Hadi dalam keterangannya, Minggu (6/8/203) mengutip kumparanNEWS.
Hadi mengatakan, ARH merupakan tersangka pemalsuan surat tanah bersama tersangka inisial P dan ditahan di Polrestabes Medan. Kemudian, Mayor Dedi sebagai keluarga dan penasihat hukum ARH mengajukan surat penangguhan.
Baca Juga:
Viral Seorang Pria Klaim Anggota Kopassus di Sidang PN Tangerang, TNI Buka Suara
“Kemudian, Mayor Dedi Hasibuan ini melalui Kakumdan mengajukan penahanan yang tertanggal 3 Agustus 2023. Surat itu diterima penyidik pada 5 Agustus, pukul 14.00 WIB, tapi sebelumnya mereka sudah berkoordinasi dengan Mayor Dedi dan Kasat Reskrim. Sekali lagi, ini kesalahpahaman personal,” jelasnya.
Sementara itu, Kapendam I Bukit Barisan Kolonel Inf Rico Siagian memastikan kedatangan Mayor Dedi Hasibuan bersama puluhan anggota TNI tersebut bukanlah penggerudukan.
“Kedatangan itu kita di sini solid. Jadi mau datang satu orang atau sepuluh orang, menurut saya bukan menjadi suatu hal yang negatif. Memang dia datang pribadi, tetapi istilahnya menjadi penasihat hukum keluarga,” kata Rico.
“Sebenarnya mereka hanya menanyakan surat, memang kebetulan mereka membawa teman-teman, bukan berarti untuk menyerang,” jelasnya.
Ia menyebut, seorang prajurit TNI boleh saja menjadi pendamping hukum masyarakat sipil. Dengan catatan, harus meminta izin kepada pimpinan.
“Dia atas nama pribadi, sekaligus penasihat (hukum) keluarga, karena dia di bawah naungan Kumdan (Hukum Kodam), bermohon ke pimpinan. Otomatis, dia bertindak membantu keluarga, harus meminta izin kepada Kakumdam sebagai atasannya,” jelasnya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]