WahanaNews.co, Jakarta - Bakal calon presiden Anies Baswedan mengungkap momen krusial dari perbedaan pendapat yang mencuat saat rapat di Tim 8. Rapat tersebut melibatkan perwakilan dari Anies, NasDem, PKS, dan Partai Demokrat.
Rapat berlangsung dengan intensitas tinggi dan ditandai oleh insiden gebrak meja oleh peserta rapat. Anies menjelaskan bahwa peristiwa ini terjadi pada hari Selasa, tanggal 29 Agustus 2023. Menurutnya, terdapat perbedaan pandangan yang cukup mencolok antara perwakilan dari Partai Demokrat dan NasDem dalam forum Tim 8.
Baca Juga:
Prabowo Tampil Berwibawa di Mata Dunia, Anies: Lawatan Internasional Sangat Produktif!
Partai Demokrat menginginkan agar nama AHY segera diumumkan sebagai bakal cawapres, sementara NasDem memiliki pandangan yang berbeda dan tidak mendukung deklarasi yang terburu-buru.
"Utusan Demokrat dan utusan NasDem terjadi perbedaan pandangan yang sangat keras, bahkan sampai gebrak meja di situ. Apa perbedaannya? Demokrat menginginkan ditetapkan segera, NasDem menginginkan ditetapkan nanti sambil menunggu siapa tahu ada opsi lain," ungkap Anies, mengutip tayangan Mata Najwa, Senin (4/9) malam.
Dia menyampaikan bahwa pertemuan di Tim 8 mengalami kebuntuan. Selain itu, dalam rapat tersebut disebutkan bahwa Partai Demokrat diberi kesempatan untuk mencoba alternatif lain jika mereka bersedia.
Baca Juga:
Dua Pekan Menjelang Pilkada Jakarta, Pasangan Calon Berebut Dukungan Jokowi-Anies
"Itu kan dalam percakapan di tim 8 ada. Bukan keluar koalisi, mereka akan coba exercise lain. Ini mereka menunggu, kapan ini keputusannya. Di sisi lain NasDem bukan menolak AHY tapi tidak mau dideklarasikan segera," katanya.
Di sisi lain, Anies mengatakan usai pertemuan itu buntu, ia ditelepon untuk datang ke Kantor NasDem pada Selasa malam. Di sana, ia bertemu dengan Ketum NasDem Surya Paloh.
"Malam itu saya sedang dalam perjalanan, dilaporin pertemuan (Tim 8) yang hasilnya buntu. Saya mendapat telepon dari kantor NasDem, diminta untuk ke kantor NasDem," kata Anies.
Saat itu, ia mengaku bertemu dengan Ketua Umum NasDem Surya Paloh. Mereka pun berbincang soal kesepakatan dengan PKB.
"Ketika itu saya sampaikan, ini opsi yang tidak pernah kita pikirkan. Tak terpikirkan, saya akan bahas juga dengan teman-teman," kata dia.
Dia menjelaskan bahwa pada waktu itu, Surya Paloh berada di hadapan dua pilihan yang sulit.
Pertama, berdiskusi dengan PKS dan Demokrat, dan kemudian mencapai kesepakatan dengan PKB. Risikonya, PKB bisa saja berpaling ke koalisi lain.
Kedua, langsung meraih kesepakatan dengan PKB. Tetapi risikonya, PKS dan Demokrat mungkin akan merasa diabaikan karena tidak diajak berbicara. Menurutnya, Surya Paloh memilih opsi kedua ini.
"Ini merupakan sebuah ijtihad, dan kemudian Pak Surya Paloh memilih untuk terlebih dahulu mencapai kesepakatan, dan setelah itu menjelaskan bahwa memang ada risiko, risikonya adalah muncul perasaan seolah-olah dikesampingkan, ditinggalkan," ujar Anies.
Pada malam tersebut, Anies dan wakil-wakilnya di Tim 8 kemudian mencoba menghubungi perwakilan dari PKS dan Demokrat untuk mengadakan pertemuan. Namun, hingga larut malam, tidak ada tanggapan yang diterima.
"Lalu besok paginya Pak Sudirman bertemu dengan Pak Sohibul Iman dari PKS dan Pak Iftitah dari Demokrat, menyampaikan progres ini. Tujuannya untuk saya bertemu, mendiskusikan soal ini," kata dia.
Menurutnya, pihaknya lalu bertemu dengan perwakilan PKS. Ketika itu, PKS merespons positif ada partai baru di koalisi.
Namun, secara prosedural, PKS merasa tidak suka cara NasDem yang mengambil keputusan sepihak tanpa komunikasi dengan partai koalisi.
Di sisi lain, ia mengatakan saat itu tidak bisa bertemu dengan Demokrat.
"Rabu malam itu tidak dapat waktu, ya sudah kalau gitu kita cek besoknya, pagi tetap tidak ada kabar, akhirnya Kamis pagi saya putuskan ke Jombang, karena siang akan pulang. Ketika di sana, kami dapat kabar diterima jam 4 sore, tapi karena pesawat delay, digeser jam 6, kemudian pertemuan digeser lagi jam 7, dan akhirnya tidak jadi bertemu, dibatalkan pertemuannya," katanya.
Partai Demokrat awalnya memutuskan untuk mencabut dukungan terhadap Anies dan mengundurkan diri dari KPP.
Keputusan ini diambil setelah Anies memilih untuk bermitra dengan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, sebagai calon wakil presiden yang diusung.
Partai Demokrat merasa tradisi dipatahkan. Pasalnya, Anies serta NasDem sebelumnya telah bersama-sama menandatangani perjanjian bersama dengan Demokrat, NasDem, dan PKS. Namun, Anies dan NasDem justru menjalin kerja sama baru.
Selain itu, Partai Demokrat juga mengungkapkan bahwa Anies sebelumnya pernah meminta AHY untuk menjadi calon wakil presiden pendampingnya dalam Pemilihan Presiden 2024 mendatang. Permintaan ini disampaikan melalui panggilan telepon pada tanggal 12 Juni dan surat tertulis pada tanggal 25 Agustus.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]