WAHANANEWS.CO, Jakarta - Bendahara Umum PDI-P, Olly Dondokambey, mengungkapkan bahwa partainya telah memutuskan untuk mendukung Sekretaris Kabinet dan mantan Sekjen PDI-P, Pramono Anung, sebagai calon gubernur dalam Pilkada Jakarta 2024.
Pramono akan berpasangan dengan mantan Gubernur Banten dan juga kader PDI-P, Rano Karno, sebagai calon wakil gubernur.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Teken UU Ubah Nomenklatur DKI Jadi DKJ, Ini Kata Pramono Anung
Keduanya direncanakan akan langsung mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta hari ini, Rabu (28/8/2024) siang.
"Pak Pramono besok (Rabu, 28 Agustus 2024) akan mendaftar di KPU bersama Rano Karno pada pukul 11," ujar Olly di Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2024).
Tidak Ada Pengumuman Resmi Olly menegaskan bahwa DPP PDI-P tidak akan mengadakan pengumuman resmi untuk pencalonan Pramono dan Rano, berbeda dengan calon kepala daerah lainnya yang telah diumumkan sebelumnya.
Baca Juga:
Soal Pilgub Jakarta 1 atau 2 Putaran, Ini Komentar Anies Baswedan
Ia meminta media untuk langsung meliput proses pendaftaran Pramono dan Rano di KPU DKI Jakarta.
"Tidak ada pengumuman resmi, langsung saja ke pendaftaran. Liput di KPU DKI pukul 11," kata Olly.
Saat ditanya alasan PDI-P mengusung Pramono Anung dalam Pilkada Jakarta, Olly tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.
"Itu bukan ranah bendahara, jadi saya tidak bisa memberikan pertimbangan. Saya hanya menyampaikan informasi saja," kata Olly.
Hak PDI-P untuk Memprioritaskan Kader Keputusan PDI-P untuk mengusung Pramono mengejutkan banyak pihak. Sebelumnya, PDI-P dikabarkan akan mendukung Anies Baswedan di Jakarta.
Spekulasi bahwa Anies akan diusung oleh PDI-P semakin kuat setelah mantan Menteri Pendidikan tersebut berkunjung ke kantor DPP PDI-P di Menteng, Jakarta Pusat, pada Senin (26/8/2024).
Dalam kunjungannya, Anies bertemu dengan Rano Karno, yang sebelumnya disebut-sebut sebagai calon pendampingnya. Namun, akhirnya PDI-P memilih untuk tidak mengusung Anies.
Terkait hal ini, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai bahwa keputusan untuk mengusung Pramono di Jakarta adalah hak dari PDI-P.
Ujang mengatakan, PDI-P merupakan partai yang kerap mengutamakan kadernya untuk diusung sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
"Memang sudah menjadi prinsip PDI-P mengusung kadernya. Memprioritaskan dan mengutamakan kadernya untuk diusung menjadi calon kepala daerah," kata Ujang, mengutip Kompas.com, Rabu (28/8/2024).
"Jadi sesuatu yang wajar saja (PDI-P mengusung kadernya). Tidak heran kalau Pramono Anung yang kader PDI-P yang diusung menjadi calon gubernur (Jakarta), bukan Anies. Karena Anies bukan kader, ya dia menjadi prioritas kedua atau menjadi prioritas terakhir," sambungnya.
Menurut Ujang, keputusan PDI-P tak mengusung Anies bukanlah sebuah masalah. Ia merasa hal itu merupakan langkah yang tepat bagi PDI-P.
"PDI-P usung kadernya justru hal yang positif, bagus kalau PDI-P usung kadernya. Karena kaderisasi harus jalan, pihak yang telah berdarah-darah, mati-matian membesarkan partai harus punya reward juga untuk menjadi kepala daerah," jelas Ujang.
Pernyataan yang senada dengan Ujang turut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno.
Adi mengatakan, langkah PDI-P mengusung Pramono adalah salah satu bentuk peneguhan bahwa PDI-P adalah partai yang memprioritaskan kader internal dan kader terbaik mereka untuk bisa maju dan bertanding dalam pilkada.
"Dalam perspektif partai, (mengusung kader sendiri pada Pilkada) saya kira itu bagus karena orang yang selama ini berproses di partai, pengorbanan di partainya juga besar bisa mendapatkan kesempatan untuk maju," kata Adi kepada Kompas.com, Selasa.
Menurut Adi, kontestasi pilkada bagi PDI-P merupakan ajang penokohan dan ajang memuliakan kader-kader partai yang dinilai sangat layak dan pantas untuk bertanding.
"Jadi, semangat kaderisasi, menjunjung tinggi ideologi partai sebagai partai kader sepertinya jauh lebih mengemuka dan jauh lebih menonjol bagi PDI-P," ucap Adi.
Pilkada DKI Jakarta 2017
Adi menganggap, tak jadinya PDI-P mengusung Anies bisa jadi karena faktor luka politik pada Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu.
Seperti diketahui, Anies pernah berhadapan dengan kader PDI-P, yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Saat itu, Anies berhasil menang dari Ahok pada putaran kedua.
"(Tak jadi diusungnya Anies) tentu sebagai salah satu bentuk bahwa PDI-P dan Anies dalam banyak hal tak ada kecocokan apa pun karena harus diakui luka politik Pilkada DKI Jakarta 2017 sepertinya memang cukup membekas di kader-kader PDI-P, khususnya PDI-P Jakarta," ungkap Adi.
Meski Anies sempat menjalin komunikasi politik dengan sejumlah pimpinan DPD PDI-P pada Sabtu (24/8/2024) lalu, Adi merasa hal itu tak cukup.
Menurut Adi, pertemuan Anies dengan sejumlah pimpinan DPD PDI-P tidak bisa disederhanakan sebagai bentuk koalisi politik
"Kenapa PDI-P tidak jadi usung Anies ya tentu saja karena PDI-P tidak mau mempertaruhkan portofolio politiknya, tidak mau mengorbankan basis konstituennya yang selama ini memang cukup berjarak dengan Anies. Harus diakui, pemilih PDI-P dan pemilih Anies sampai hari ini kan memang tidak akur satu sama yang lainnya," jelas Adi.
Elektabilitas Anies
Adi mengatakan, PDI-P seolah tidak begitu tergiur dengan sosok-sosok di luar partai yang punya nama besar, salah satunya Anies.
Menurut Adi, PDI-P tetap ingin meneguhkan dirinya sebagai partai kader, yang mana kader inti mereka menjadi prioritas untuk bisa dimajukan dalam pilkada.
"PDI-P ingin memberikan pesan bahwa PDI-P tuh agak berbeda dengan partai lain yang suka silau dengan elektabilitas orang sekalipun bukan kader partai," ujar Adi.
"Jadi PDI-P sebenarnya tidak silau dan tidak tergoda dengan Anies sekalipun elektabilitasnya paling mentereng," imbuhnya.
Pertaruhan bagi PDI-P
Ujang menilai, langkah PDI-P mengusung Pramono-Rano merupakan sebuah pertaruhan meski upaya untuk memajukan kader sendiri merupakan hal yang positif.
Pasalnya, Pramono merupakan sosok yang tak masuk perhitungan sebagai calon pemimpin di Jakarta dalam sejumlah lembaga survei.
"Walaupun (Pramono) tidak punya elektabilitas, tapi itulah keputusan PDI-P, keputusan Megawati (Ketua Umum PDI-P) yang tidak bisa diganggu gugat," kata Ujang.
Di sisi lain, Ujang berpendapat bahwa PDI-P sedang mendorong Pramono Anung, yang elektabilitasnya belum teruji, untuk ikut dalam pilkada.
Langkah ini dilakukan untuk menilai seberapa kuat kader internal PDI-P dalam persaingan pilkada.
"Kalaupun nanti Pramono kalah, itu bukan sesuatu yang mengejutkan atau luar biasa, karena elektabilitas Pramono Anung, bisa dikatakan, masih kalah dibandingkan Ridwan Kamil. Pramono kan baru muncul, jadi belum sempat disurvei," kata Ujang.
"Kita tunggu saja nanti berapa hasil surveinya. Pramono Anung akan kita lihat dan nilai setelah dicalonkan. Jadi, jika PDI-P mengusung Pramono Anung dengan Rano, keputusan akhirnya ada di tangan warga Jakarta, apakah mereka memilih atau tidak," tambahnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]