WahanaNews.co | Menteri Pertahanan Prabowo Subianto diminta ekstra hati-hati dalam proyek pembelian 25 radar dengan alokasi anggaran Rp10 triliun karena berpotensi terjadi tindak pidana korupsi.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyebut Kementerian Pertahanan kembali menggunakan perusahaan penghubung dari swasta untuk dikoneksikan ke perusahaan pembuat radar di Negara Prancis. Padahal, katanya, perusahaan penghubung itu juga terlibat dalam proyek pengadaan satelit yang saat ini sedang terjerat dalam kasus tindak pidana korupsi pengadaan proyek satelit yang kini tengah diselidiki oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung).
Baca Juga:
Prabowo Pastikan 500 Komcad Baru Siap Amankan IKN
"Saya minta ke Pak Prabowo untuk mencermati pengadaan 25 radar ini, lalu kalau pun terkait orang yang sama, seharusnya bisa diganti dengan orang lain. Toh saya rasa perusahaan dari Prancis itu kan tidak harus pakai penghubung, langsung pun bisa," tutur Boyamin dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (17/1).
Menurut Boyamin, pihaknya bakal mengirimkan surat resmi kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk mencermati, bahkan membatalkan proyek pengadaan 25 radar senilai Rp10 triliun itu. "Jika Pak Prabowo tidak membatalkan proyek itu, setidaknya tidak usah pakai perusahaan untuk penghubung, langsung saja," katanya.
Boyamin membeberkan bahwa pemilik perusahaan swasta yang jadi penghubung antara Kementerian Pertahanan dan perusahaan pembuat satelit dan radar itu berinisial SW. "SW ini adalah pemilik perusahaan penghubung itu," ujarnya.
Baca Juga:
Asisten Khusus Menhan Prabowo Jadi Ketua Timses Luthfi-Yasin di Pilgub Jateng
Sekadar informasi, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan terkait dugaan korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur di Kementerian Pertahanan tahun 2015 dengan sebelas orang telah diperiksa.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Febrie Ardiansyah mengatakan bahwa selama seminggu terakhir tim telah memeriksa beberapa pihak. “Baik dari pihak swasta atau rekanan pelaksana maupun dari beberapa orang di Kementerian Pertahanan. Jumlah yang kita periksa ada 11 orang,” katanya.
Jaksa juga melakukan beberapa koordinasi dan diskusi kepada pihak-pihak yang dapat menguatkan dalam pencarian alat bukti. Salah satunya adalah auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Bukan hanya itu, tim juga didukung dengan dokumen yang lain, seperti kontrak dalam proses pelaksanaan pekerjaan.
Dugaan korupsi bermula pada saat Kemenhan melaksanakan proyek pengadaan satelit slot orbit 123 bujur timur untuk periode tahun 2015-2021. Kontrak dilakukan dengan pihak Airbus dan perusahaan Navajo. Yang menjadi masalah adalah jaksa menemukan ada beberapa perbuatan melawan hukum. Salah satunya adalah proyek tersebut tidak direncanakan dengan baik.
Bahkan, tambah Febrie, saat kontrak dilakukan anggarannya belum tersedia di Kemenhan untuk tahun 2015. Selain itu saat menyewa satelit Avanti Communications ltd, seharusnya negara tidak perlu melakukan sewa. Alasannya adalah masih ada waktu 3 tahun untuk dapat digunakan saat satelit yang lama tidak berfungsi. Jadi berdasarkan ketentuan masih ada tenggang waktu.
Akan tetapi tetap juga dilakukan penyewaan sehinggga Kejagung melihat ada perbuatan melawan hukum. Satelit yang disewa pun tidak dapat berfungsi dan spesifikasinya tak sama dengan yang lama. “Kemarin kita sdh lakukan expose. Peserta expose menyatakan bahwa alat bukti sudah cukup kuat untuk dilakukan penyidikan sehingga surat perintah penyidikan diterbitkan pada tanggal 14 Januari nomor print 08,” terang Febrie. [qnt]