WahanaNews.co | Jaksa Penuntut Umum (JPU) ditegur oleh Hakim akibat menanyakan soal penembakan ke alat vital eks Laskar Front Pembela Islam (FPI) dalam kasus “Unlawful Killing” di Km 50.
JPU mempertanyakan boleh tidaknya anggota polisi melepaskan tembakan ke organ vital ke Kasubdit Resmob Polda Metro Jaya AKBP Handik Zusen yang merupakan komandan dari anggota yang saat itu sedang bertugas di lapangan.
Baca Juga:
Tragedi KM50, Pakar Menilai Harusnya Ipda Yusmin dan Briptu Fikri Dituntut 15 Tahun
Handik menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus “Unlawful Killing” terhadap empat anggota eks Laskar FPI di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (9/11/2021).
"Kalau itu (eks Laskar FPI) menyerang, kemudian keadaan terpaksa, apakah tembakan yang dikeluarkan (anggota) harus pada organ vital manusia?" tanya JPU.
Hakim kemudian menegur JPU lantaran menanyakan soal tembakan ke arah organ vital. Pertanyaan JPU dinilai sebagai sebuah kesimpulan.
Baca Juga:
Dua Anggota Polisi Terdakwa Pembunuhan Laskar FPI Dituntut 6 Tahun Penjara
"Pertanyaannya ini, jangan menyimpulkan," timpal Hakim.
JPU kemudian meralat pertanyaannya. JPU pun memberi pertanyaan baru.
"Apakah penembakan yang dilakukan sesuai SOP sesuai perkap, itu seperti apa?" tanya JPU lagi.
"Untuk penembakan dalam keadaan terpaksa tergantung situasinya, apakah itu terjadi pergumulan atau tidak...," jawab Handik.
Seperti diketahui, Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan didakwa melakukan pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan kematian dalam kasus Km 50.
Kedua polisi itu sebenarnya didakwa bersama seorang lagi, yaitu Ipda Elwira Priadi, tetapi yang bersangkutan sudah meninggal dunia karena kecelakaan.
"Bahwa akibat perbuatan Terdakwa (Ipda Yusmin) bersama-sama dengan Briptu Fikri Ramadhan serta Ipda Elwira Priadi (almarhum) mengakibatkan meninggalnya Luthfi Hakim, Akhmad Sofyan, M Reza, M Suci Khadavi Poetra," ucap jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (18/10).
Kronologi Kasus
Kasus bermula saat Ipda Yusmin, Briptu Fikri, dan Ipda Elwira bersama 4 polisi lain diperintahkan memantau pergerakan Habib Rizieq Shihab. Sebab, saat itu Habib Rizieq tidak hadir memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya terkait kasus pelanggaran protokol kesehatan.
Di sisi lain, polisi menerima informasi tentang simpatisan Habib Rizieq akan mengepung Polda Metro Jaya pada Senin, 7 Desember 2020, di mana seharusnya Habib Rizieq memenuhi panggilan Polda Metro Jaya. Ketujuh polisi itu lalu melakukan pemantauan di Perumahan The Nature Mutiara Sentul, Bogor, tempat Habib Rizieq berada.
Namun saat itu dari perumahan tersebut muncul 10 mobil yang diduga rombongan Habib Rizieq. Ketujuh polisi itu mengikuti menggunakan 3 mobil.
Dalam perjalanan, salah satu mobil polisi dicegat dan diserempet mobil yang diduga berisi para laskar FPI. Para laskar FPI itu disebut jaksa sempat menyerang mobil polisi menggunakan pedang.
"Selanjutnya, laki-laki yang menggunakan jaket warna biru membawa pedang gagang warna biru atau samurai melakukan penyerangan ke mobil dengan cara mengayunkan pedang gagang warna biru tersebut dan membacok kap mesin mobil kemudian melanjutkan amarahnya dengan menghunjamkan pedangnya sekali lagi ke arah kaca depan mobil secara membabi buta," ucap jaksa.
Polisi sempat memberikan tembakan peringatan, tetapi anggota laskar FPI balik menodongkan senjata.
Setelah itu, terjadi aksi kejar-kejaran, di mana saat itu anggota laskar FPI kembali menodongkan senjata. Polisi pun membalas dengan menembak ke arah mobil para anggota laskar FPI itu.
"Ipda Mohammad Yusmin Ohorella melakukan penembakan beberapa kali yang diikuti oleh Briptu Fikri melakukan penembakan ke arah penumpang yang berada di atas mobil anggota FPI dengan jarak penembakan yang sangat dekat kurang-lebih 1 meter," ujar jaksa.
Singkat cerita, kejar-kejaran itu berakhir di rest area Km 50. Saat diperiksa polisi, ada 2 orang yang sudah tewas di dalam mobil anggota FPI itu, sisanya 4 orang masih hidup.
Polisi lalu membawa 4 orang yang masih hidup itu tetapi tidak diborgol yang disebut jaksa tidak sesuai standard operating procedure (SOP).
Keempat anggota FPI itu lalu disebut menyerang dan berupaya mengambil senjata polisi.
Briptu Fikri dan Ipda Elwira pun menembak mati 4 anggota FPI itu di dalam mobil. Akibat perbuatannya, para terdakwa itu dikenai Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 ayat (3) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. [rin]