WAHANANEWS.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan enam orang, termasuk empat anggota ormas GRIB Jaya berinisial AV, K, B, dan MY, serta dua lainnya berinisial J dan H, ke polisi atas dugaan penguasaan ilegal atas lahan seluas 127.780 meter persegi atau sekitar 12 hektare di Kelurahan Pondok Betung, Tangerang Selatan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi menjelaskan, laporan BMKG menyebut lembaga itu merupakan pemilik sah lahan berdasarkan alas hak resmi.
Baca Juga:
Peringatan Dini BMKG: Cuaca Ekstrem Terus Menghantui, Jawa dan Papua Masuk Zona Siaga
Namun, pada Januari 2024, lahan tersebut diketahui telah dipasangi papan peringatan oleh pihak terlapor yang mengklaim sebagai ahli waris atas tanah tersebut.
Menurut Ade Ary, papan yang dipasang bertuliskan, “Tanah ini adalah ahli waris dari Saudara R bin S.”
Selain itu, terlapor juga diduga melakukan perusakan pagar secara bersama-sama dan berusaha menguasai lahan dengan memasang papan lain bertuliskan, “Tanah di dalam pengawasan tim advokasi muda dari DPP Ormas GRIB Jaya.”
Baca Juga:
Prediksi BMKG: Hujan Ekstrem dan Angin Kencang Hantam Sejumlah Wilayah Saat Libur Panjang
BMKG sempat mengirimkan dua surat somasi kepada pihak-pihak tersebut, namun tidak diindahkan.
Akhirnya, laporan resmi dilayangkan ke Polda Metro Jaya pada 3 Februari 2025. Aparat kemudian melakukan serangkaian penyelidikan, termasuk pemasangan tanda status quo di lokasi pada 26 Maret 2025.
Penyelidikan melibatkan pengambilan keterangan dari sejumlah saksi, termasuk pihak pelapor, tiga saksi tambahan, aparat kelurahan, serta pejabat dari instansi terkait.
Ade Ary menegaskan bahwa kasus ini merupakan bagian dari upaya pemberantasan premanisme dan akan ditangani secara serius.
“Ini merupakan bagian dari target pemberantasan premanisme oleh Polda Metro Jaya. Proses penyelidikan masih berjalan dan akan kami tuntaskan,” tegasnya.
BMKG melaporkan dugaan pelanggaran dengan menggunakan sejumlah pasal dalam KUHP, yakni Pasal 167 tentang memasuki pekarangan tanpa izin, Pasal 385 tentang penggelapan hak atas barang tidak bergerak, serta Pasal 170 tentang kekerasan bersama terhadap orang atau barang.
Laporan tersebut juga disampaikan secara resmi melalui surat bernomor e.T/PL.04.00/001/KB/V/2025 yang ditujukan kepada aparat kepolisian dan lembaga pemerintah lain, termasuk Satgas Terpadu Penanganan Premanisme dan Ormas di bawah Kemenko Polhukam, serta kepolisian setempat.
Menurut Plt Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Akhmad Taufan Maulana, gangguan keamanan di lokasi sudah berlangsung hampir dua tahun dan menghambat pembangunan Gedung Arsip BMKG yang mulai dibangun sejak November 2023.
Taufan menyebut massa ormas GRIB Jaya sempat memaksa pekerja menghentikan aktivitas, menarik alat berat dari lokasi, hingga menutup papan proyek dengan klaim sebagai tanah milik ahli waris. Bahkan, ormas mendirikan pos dan menempatkan anggotanya secara tetap di lokasi.
Sebagian lahan juga diduga telah disewakan kepada pihak ketiga dan dibangun bangunan permanen di atasnya.
BMKG menegaskan bahwa lahan tersebut merupakan aset negara yang sah berdasarkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) No. 1/Pondok Betung Tahun 2003, yang sebelumnya tercatat sebagai SHP No. 0005/Pondok Betung.
Kepemilikan ini juga telah diperkuat melalui sejumlah putusan pengadilan, termasuk Putusan Mahkamah Agung RI No. 396 PK/Pdt/2000 tanggal 8 Januari 2007.
Ketua Pengadilan Negeri Tangerang bahkan telah menyatakan bahwa putusan-putusan tersebut saling menguatkan, sehingga tidak diperlukan eksekusi ulang.
Kendati demikian, BMKG tetap mengedepankan pendekatan persuasif. Upaya koordinasi telah dilakukan dengan pihak RT, RW, kecamatan, kepolisian, serta langsung kepada pihak ormas dan mereka yang mengaku sebagai ahli waris.
Namun, ormas GRIB Jaya tetap menolak penjelasan hukum dari BMKG dan dalam satu pertemuan mereka bahkan menuntut ganti rugi sebesar Rp5 miliar sebagai syarat untuk menghentikan pendudukan.
BMKG menilai tuntutan ini merugikan negara, mengingat proyek pembangunan Gedung Arsip BMKG bersifat multiyears dengan masa pengerjaan 150 hari kalender sejak 24 November 2023.
Gedung arsip ini dirancang untuk mendukung sistem informasi kelembagaan, audit internal, serta keterbukaan publik.
“Fasilitas ini penting untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi BMKG sebagai institusi pemerintah,” tegas Taufan.
BMKG berharap aparat penegak hukum segera mengambil tindakan tegas agar pembangunan bisa dilanjutkan dan aset negara kembali diamankan.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]