WAHANANEWS.CO, Jakarta – Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (BPPH) Pemuda Pancasila menegaskan dukungannya terhadap revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang tengah dibahas oleh DPR dan pemerintah bersama Organisasi Advokat (OA) di Indonesia.
Dukungan ini didasari oleh keprihatinan terhadap kecenderungan menurunnya kualitas advokat dan melemahnya profesionalisme hukum di Tanah Air.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Pemkot Tangerang Selatan yang Gandeng Investor China Bangun PLTSa Senilai Rp2,6 Triliun
Ketua BPPH Pemuda Pancasila, KRT Tohom Purba, menyatakan bahwa revisi UU Advokat adalah langkah mendesak untuk mengembalikan marwah profesi advokat sebagai officium nobile.
Menurutnya, banyaknya pelanggaran etik, keberadaan advokat yang tidak kompeten, serta semakin maraknya individu yang mengklaim sebagai advokat tanpa memiliki dasar hukum yang kuat menjadi ancaman serius bagi kepercayaan masyarakat terhadap profesi ini.
“Kita tidak bisa menutup mata terhadap realitas bahwa saat ini ada banyak advokat yang tidak memiliki kompetensi memadai. Bahkan, ada pula yang tidak memiliki latar belakang pendidikan hukum yang kuat, tetapi tetap berpraktik. Ini mencoreng citra advokat sebagai profesi terhormat dan merugikan masyarakat pencari keadilan,” ujar Tohom, Minggu (9/2/2025).
Baca Juga:
Peduli Terhadap Ketahanan Ekonomi Masyarakat, ALPERKLINAS Minta Kementerian ESDM dan PLN Sosialisasikan Penghematan Pemakaian Listrik
Tohom, yang juga Ketua Umum Persatuan Pengacara Perlindungan Konsumen Indonesia (Perapki), menambahkan bahwa salah satu kelemahan mendasar dalam UU Advokat saat ini adalah sistem organisasi advokat yang terlalu longgar.
Hal ini memungkinkan advokat yang terkena sanksi etik dengan mudah berpindah organisasi dan tetap berpraktik tanpa hambatan.
“Bayangkan, seorang advokat yang sudah terbukti melanggar etik di satu organisasi bisa dengan mudah pindah ke organisasi lain dan tetap berpraktik. Ini bukan hanya merusak sistem, tetapi juga mengkhianati kepercayaan publik terhadap dunia advokat. Kita butuh sistem yang lebih ketat dalam pengawasan dan penegakan kode etik,” tegasnya.