Selain itu, Tohom menyoroti fenomena promosi jasa hukum secara terbuka di media sosial yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki kompetensi atau bahkan bukan advokat.
Hal ini bertentangan dengan prinsip dasar profesi advokat yang tidak memperkenankan praktik pemasaran atau promosi jasa hukum secara terang-terangan.
Baca Juga:
Tak Layani Sambungan Listrik untuk Bisnis Ilegal, ALPERKLINAS Sebut Indonesia Perlu Tiru Thailand
“Profesi advokat bukan bisnis yang bisa dipasarkan seperti produk komersial. Advokat harus bekerja berdasarkan kepercayaan dan profesionalisme, bukan dengan cara-cara marketing yang merusak nilai-nilai kehormatan profesi,” ujar Tohom.
Karenanya, BPPH Pemuda Pancasila mendukung penuh langkah DPR dan pemerintah untuk memperkuat regulasi terkait kode etik dan pengawasan advokat melalui revisi UU Advokat.
Menurut Tohom, reformasi hukum dalam dunia advokat ini harus menjadi prioritas agar hanya mereka yang benar-benar kompeten dan berintegritas yang dapat menjalankan profesi advokat di Indonesia.
Baca Juga:
BPPH Pemuda Pancasila Ucapkan Selamat atas Penyelenggaraan Kongres Nasional IV KAI yang Dihadiri 35 DPD di Bandung
“Tak hanya penyempurnaan regulasi, revisi ini merupakan langkah strategis untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap dunia advokat. Jika kita tidak bertindak sekarang, kualitas advokat akan semakin menurun, dan pada akhirnya masyarakat serta sistem hukum kita yang akan dirugikan,” tuturnya.
Tohom menambahkan, dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, termasuk BPPH Pemuda Pancasila dan OA lainnya, diharapkan revisi UU Advokat ini dapat segera masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
"Selanjutnya disahkan demi kepentingan masyarakat serta profesionalisme advokat di Indonesia," tutupnya.