WahanaNews.co, Jakarta – Menghadapi langkah Budi Said yang mengajukan gugatan praperadilan yang menggandeng pengacara Hotman Paris Hutapea, Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Hibnu Nugroho mengatakan Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak perlu gentar.
“Menggandeng siapapun namanya praperadilan tidak masalah. Saya kira Jaksa juga tidak perlu gentar,” tegas Hibnu Nugroho melansir dari Republika.co.id, Jumat (16/2/2024).
Baca Juga:
Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula, Kejagung Periksa Eks Stafsus Mendag
Mekanisme praperadilan, kata Hibnu, merupakan hak tersangka dalam menghadapi proses hukum. Hal itu dilakukan tersangka untuk menguji sah tidaknya penetapan, penangkapan, penahanan dan sah atau tidaknya penyitaan.
Karena memang semua mekanisme penentuan upaya paksa sudah dilakukan menurut hukum acara pidana, khususnya pasal 77 tentang Praperadilan.
“Jadi Jaksa tidak perlu melihat siapa yang mendampingi tapi bicara hukum adalah bicara bukti bicara proses,” terang Hibnu.
Baca Juga:
Korban DNA Pro Menangis Minta Keadilan di Kejari Bandung: Desak agar Uang Sitaan segera Dikembalikan
Kejagung juga harus tetap melakukan penyidikan atas kasus jual beli emas logam mulia PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) yang melibatkan pengusaha properti asal Surabaya, Jawa Timur tersebut.
Karena bukti-bukti awal sudah cukup, mulai dari lidik hingga sidik. Apalagi ini kasus jual emas PT ANTAM tersebut betul-betul dapat meresahkan masyarakat. Sebab masalah emas adalah masalah hajat hidup orang banyak.
“Ini masalah pendapatan negara sehingga kejaksaan tidak perlu gentar terhadap siapapun yang melakukan perlawanan praperadilan,” ucap Hibnu.
Sebelumnya, melalui Hotman Paris, Budi Said melayangkan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin (12/2/2024).
Sejumlah permohonan praperadilan yang diajukan timnya menyangkut soal keabsahan penetapan tersangka dan tindakan penahanan, serta penggeledahan, juga penyitaan yang dilakukan oleh penyidik Jampidsus-Kejagung terhadap Budi Said.
“Tidak ada bukti-bukti tindak pidana korupsinya dalam perkara ini. Sehingga kami menilai penetapan tersangka terhadap Budi Said ini, tidak sah, karena tidak ada alat-alat buktinya,” kata Hotman.
Hotman menjelaskan, kasus yang menyeret Budi Said menjadi tersangka dan tahanan ini sebetulnya berawal dari perbuatan keperdataan.
Kata dia, Budi Said sebagai pengusaha, pada 2018 ada membeli logam mulia emas dari PT Antam senilai Rp 3,59 triliun. Nilai tersebut, kata Hotman setara dengan 7 ton emas. Karena dalam pembelian tersebut PT Antam menjanjikan diskon atau potongan harga.
“Jadi karena dijanjikan diskon, Budi Said melakukan puluhan transaksi senilai 3,59 triliun, yang kalau sesuai janji diskon dari PT Antam harusnya Budi Said mendapatkan 7 ton emas,” jelas Hotman.
[Redaktur: Alpredo Gultom]