WahanaNews.co | Di mata peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai pemerintah harus melakukan evaluasi pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) dengan sistem proporsional terbuka. Karena sistem pemilu proporsional terbuka berpotensi terjadinya penggunaan politik uang atau money politic.
Hal itu disampaikan Peneliti CSIS Arya Fernandes dalam acara webinar publik dengan tema "Menimbang Sistem Pemilu 2024", Senin (1/11/2021).
Baca Juga:
Dua Oknum ASN Pemkab Manokwari Disebut Bawaslu Langgar Netralitas
Arya mengatakan dalam 20 tahun terakhir terakhir ini, Indonesia sudah melewati 5 kali pesta demokrasi pascareformasi.Mulai dari penggunaan pemilu sistem proporsional tertutup pada tahun 1999. Kemudian diikuti dengan sistem proporsional terbuka pada 2004, 2009, 2014 dan 2019.
“Dalam rentang waktu tersebut, kami melihat perlu ada semacam evaluasi terhadap penggunaan sistem proporsional terbuka,” kata Arya Fernandes.
Karena itu, dalam webinar kali ini, CSIS ingin mendapatkan masukan dan pendapat dari para narasumber terkait bagaimana catatan dalam 20 hingga 25 tahun terakhir, terutama terhadap penggunaan sistem proporsional terbuka ini.
Baca Juga:
KPU Bone Bolango Sosialisasikan Pembentukan Pantarlih untuk Pemilihan Bupati Tahun 2024
CSIS, lanjut Arya, melihat ada beberapa indikator penting untuk dilihat apakah sistem tersebut mempunyai impact yang baik atau buruk terhadap 4 indikator. Indikato pertama, adalah soal keterwakilan.
“Menurut kami, faktor representasi atau faktor keterwakilan menjadi penting untuk anggota dewan, anggota DPR, DPRD itu semakin dekat dengan masyarakat sehingga setiap aspirasi yang dimunculkan oleh masyarakat itu langsung dieksekusi menjadi kebijakan di DPR,” ujar Arya Fernandes.
Indikator kedua, sistem yang baik itu juga sebaiknya berhasil meningkatkan kualitas dari anggota DPR yang terpilih. CSIS melihat dalam beberapa tahun terakhir itu ada perubahan-perubahan dan variasi-variasi terutama bagaimana faktor-faktor kinerja ini juga mempengaruhi di tingkat DPR.