WahanaNews.co | Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta, yang
mengatur sanksi pidana denda jika menolak vaksinasi Covid-19, digugat ke Mahkamah Agung (MA).
mal">Aturan tersebut dianggap melanggar hak
asasi manusia.
Baca Juga:
Kadiv Humas Polri : Nama Calon Wakapolri Sudah ada, Saat ini Sedang Dalam Proses Pemilihan.
"Terhadap frasa 'dan/atau
vaksinasi Covid-19' bertentangan dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 12 Tahun 2011
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 15 Tahun 2019," kata pemohon,
Viktor Santoso Tandiasa, Jumat (18/12/2020).
Selain itu, dia beserta tiga advokat
pemohon lainnya, yakni Happy
Hayati Helmi, Yohanes Mahatma Pambudianto, dan Arief
Triono, menjelaskan, alasan mengajukan uji materi atas
Perda tersebut karena hingga saat ini belum ada hasil uji klinis vaksin
Sinovac.
Diketahui, Sinovac adalah vaksin yang
diproyeksikan akan disuntikkan secara massal di
Indonesia pada tahun 2021.
Baca Juga:
Rapat Paripurna Sahkan RUU Daerah Khusus Jakarta Jadi Usul Inisiatif DPR
"Kita hanya minta frasa dan atau
vaksinasi Covid-19. Karena upaya vaksin ini pilihan. Ada beberapa yang kita
lihat, pertama vaksin itu tidak menjamin. Kedua, kita tahu vaksin yang ada dari
Sinovac. Persoalannya sekarang, berita terakhir bahwa China sendiri
tidak menggunakan Sinovac, dan mereka mengambil dari luar,
Pfizer," ujarnya.
Viktor menambahkan, jika Perda ini
tetap dilanjutkan dan warga menolak dilakukan vaksin, maka akan
didenda Rp 5 juta.
Jika satu keluarga terdiri dari 2 atau
lebih, denda yang akan diterima akan semakin besar.
Ini yang menjadi sorotan, mengingat
hasil klinis Sinovac belum menemukan titik terang.
"Paksaan vaksinasi Covid-19 bagi
pemohon tentunya tidak memberikan pilihan bagi pemohon untuk dapat menolak vaksinasi
Covid-19, karena bermuatan sanksi pidana denda Rp 5 juta," tuturnya.
Dia mengutip pernyataan Menteri
Kesehatan bahwa perlindungan utama untuk mencegah dan menekan penularan
Covid-19 yaitu disiplin menerapkan protokol kesehatan. Sementara vaksin merupakan
upaya lapis kedua.
"Pertahanan utama yang harus
dijalankan oleh masyarakat adalah Protokol 3M, artinya
setiap warga masyarakat seharusnya memiliki kebebasan untuk menentukan, menjalankan protokol 3M secara tertib atau melakukan vaksinasi
Covid-19," katanya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah
memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Penanggulangan Covid-19 di Jakarta.
Perda Nomor 2 Tahun 2020 itu terdiri dari 11 bab. Bab 10 mengatur tentang pidana.
Ada empat pasal bentuk pidana yang
diatur dalam Perda tersebut, di antaranya masyarakat yang sengaja mengambil paksa
jenazah berstatus positif Covid-19 atau probable, yakni Pasal 31 ayat 1.
"Setiap orang
dengan sengaja tanpa izin membawa jenazah yang berstatus probable atau
konfirmasi yang berada di fasilitas kesehatan, dipidana dengan pidana denda
paling banyak sebesar Rp 5.000.000," demikian isi ayat yang dikutip
pada Jumat (20/11/2020) tersebut.
Pidana denda diperberat apabila orang
yang mengambil paksa jenazah turut melakukan tindakan kekerasan: "Setiap orang yang
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disertai dengan
ancaman dan atau kekerasan dipidana dengan tindak pidana denda paling banyak
sebesar Rp 7,.000.000."
Selain itu, Pemprov
juga akan menjatuhkan pidana denda bagi orang yang dengan sengaja menolak
dilakukan tes PCR ataupun menolak vaksinasi Covid-19.
Denda tersebut diatur dalam pasal 29
dan 30.
Pasal 29 berbunyi, "setiap orang yang
dengan sengaja menolak untuk dilakukan tes PCR dan atau pemeriksaan penunjang
yang diselenggarakan oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta dipidana dengan
pidana denda paling banyak sebesar Rp 5.000.000."
Sementara Pasal 30 berbunyi, "setiap orang yang dengan sengaja menolak
untuk dilakukan pengobatan dan atau vaksinasi Covid-19 dipidana dengan pidana
denda paling banyak sebesar Rp 5.000.000." [yhr]