WahanaNews.co | Kasus pelanggaran UU Pornografi yang menyeret Gisella
Anastasia atau Gisel mengingatkan publik pada perkara Nazriel
Irham atau Ariel.
Seperti halnya Gisel, Ariel juga
dijerat pasal 29 UU Pornografi. Ancaman hukuman maksimalnya 12 tahun penjara.
Baca Juga:
Profesi Mentereng, Inilah Arfito Hutagalung: Pria Batak yang Diduga Pacari Naysilla Mirdad
Meski demikian, Jaksa Penuntut Umum
(JPU) tak menuntut Ariel secara maksimal. Pada 6 Januari 2011, JPU menuntut
Ariel dengan hukuman 5 tahun penjara.
Dan, pada 31 Januari 2011, hakim memvonis
vokalis Peterpan itu
dengan hukuman penjara 3 tahun 6 bulan. Vonis itu lebih ringan dari tuntutan
JPU.
Penasaran dengan bagaimana tren vonis
hakim terhadap tuntutan JPU, redaksi menelusuri salinan putusan kasus UU
pornografi di situs Direktori Putusan MA.
Baca Juga:
Sekber Prabowo-Jokowi Upayakan Perpanjangan Kabinet Indonesia Maju
Hasilnya, ditemukan 78
salinan putusan di 47 pengadilan tingkat pertama.
Penelusuran dilakukan dengan cara
melakukan filter pencarian di direktori tindak pidana khusus pornografi.
Hasilnya kemudian difilter kembali
dengan memasukkan kata kunci "UU Nomor 44 Tahun 2008".
Awalnya, filter tersebut menunjukkan
ada 62 pengadilan yang menangani kasus UU Pornografi.
Namun, filter dengan kata kunci itu rupanya tidak akurat. Ada sejumlah kasus KUHP atau
ITE yang juga terseret dalam filter dengan kata kunci tersebut.
Redaksi pun memeriksa satu per satu salinan
putusan kasus di tiap-tiap pengadilan. Ada 49 dari 62 pengadilan yang berhasil
kami periksa.
Hasilnya, 47 dari 49 pengadilan itu
pernah menangani kasus UU Pornografi.
Sementara itu, ada 13 pengadilan
(masing-masing satu perkara) yang belum berhasil diperiksa.
Itu terjadi karena situs Direktori Putusan MA tidak bisa dibuka sejak Rabu
(30/12/2020), sekitar pukul 17.07 WIB, hingga Jumat (1/1/2021), sekitar pukul 09.30 WIB.
Dengan bermodalkan 78 salinan putusan tadi, redaksi mengklasifikasikan vonis hakim
terhadap tuntutan JPU dengan tiga kriteria.
Pertama, vonis lebih rendah dari
tuntutan. Kedua, vonis lebih berat dari tuntutan. Ketiga, vonis sama dengan
tuntutan.
Meski demikian, klasifikasi itu hanya
dapat dilakukan pada 66 salinan putusan pengadilan.
Pasalnya, tak semua pengadilan memiliki
dokumen yang bisa diunduh. Ada informasi tentang tuntutan dari JPU yang tidak
bisa diakses.
Selain itu, ada pula momen di mana
hakim melihat perkara itu bukan kasus UU Pornografi seperti yang dituntut JPU.
Lantas, bagaimana hasil olah datanya?
Berdasarkan klasifikasi itu, 53 perkara atau 80,3 persen vonis hakim lebih rendah dari tuntutan JPU.
Sementara itu, 11 perkara atau 16,67 persen vonis hakim sama dengan tuntutan JPU.
Sementara vonis hakim yang lebih berat dari tuntutan JPU hanya ditemukan
pada 2 perkara atau 3,03 persen.
Selain itu, redaksi juga
melihat tren kasus UU Pornografi sepanjang 2015-2020.
Di sini, ada 78
salinan putusan pengadilan yang dihitung. Parameternya adalah tuntutan pasal UU
Pornografi kepada terdakwa oleh JPU.
Hasilnya, tahun 2017 tercatat sebagai
tahun dengan kasus UU Pornografi terbanyak. Disusul tahun 2018
di urutan kedua dengan 19 kasus. Lalu tahun 2020 di urutan ketiga dengan 14 kasus. [dhn]