Ia juga memiliki tiga unit mobil, termasuk Hyundai IONIQ 5 EV senilai Rp750 juta, serta aset transportasi lain dengan total nilai Rp1,5 miliar. Selain itu, ia tercatat memiliki utang sebesar Rp302,91 juta.
Kronologi Kasus Jiwasraya
Baca Juga:
Negara Rugi Rp 16,8 Triliun, Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rahmatawarta Jadi Tersangka Korupsi Jiwasraya
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa kasus ini bermula pada Maret 2009 ketika Menteri BUMN menyatakan PT Asuransi Jiwasraya dalam kondisi insolven atau tidak sehat secara keuangan.
Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2008, perusahaan mengalami defisit pencadangan kewajiban pemegang polis sebesar Rp5,7 triliun.
Untuk menyelamatkan perusahaan, Menteri BUMN mengusulkan penambahan modal sebesar Rp6 triliun kepada Menteri Keuangan melalui skema zero coupon bond dan kas guna meningkatkan Risk-Based Capital (RBC) Jiwasraya.
Baca Juga:
Di Kasus Jiwasraya PT Prospera Divonis Bayar Rp 11,5 Miliar
Namun, usulan tersebut ditolak karena RBC Jiwasraya sudah berada di angka -580 persen, menandakan kondisi kebangkrutan yang parah.
Sebagai langkah alternatif, pada 2009, direksi Jiwasraya, termasuk Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan—yang kini telah menjadi terpidana—menyusun strategi restrukturisasi perusahaan.
Salah satu langkah yang diambil adalah meluncurkan produk JS Saving Plan, yang menawarkan investasi dengan bunga tinggi antara 9 hingga 13 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan suku bunga rata-rata Bank Indonesia saat itu yang berkisar 7,50–8,75 persen.