WahanaNews.co | Kejaksaan Agung (Kejakgung) memeriksa Direktur Utama (Dirut) Citilink Indonesia, Juliandra (J).
Juliandra diperiksa dalam lanjutan penyidikan dugaan korupsi di PT Garuda Indonesia (GIAA), Kamis (17/2).
Baca Juga:
Masyarakat Pulau Nias Keluhkan Harga Tiket Pesawat yang Meroket, Legislator Ini Buka Suara
Selain Juliandra, penyidik juga meminta keterangan dari Ranty Astari R (RAR), selaku Vice President (VP) Corporate Secretary PT Garuda Indonesia 2015.
“J dan RAR diperiksa terkait mekanisme pengadaan pesawat udara,” begitu kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Leonard Ebenezer Simanjuntak melalui keterangan resmi, Kamis (17/2).
Ada sejumlah nama lain yang sebetulnya ada dalam daftar pemeriksaan saksi-saksi di Gedung Pidsus.
Baca Juga:
Erick Thohir Berencana Merger Citilink, Pelita Air dan Garuda Indonesia Jadi Satu
Di antaranya Batara Silaban yang diperiksa selaku VP Aircraft Maintenance Management GIAA dan Direktur Layanan GIAA, Faik Fahmi.
Akan tetapi tak diketahui kehadiran dua nama terakhir itu dalam pemeriksaan hari ini.
Pemeriksaan pihak dari Citilink bukan kali ini saja dilakukan. Pekan lalu, Jampidsus juga meminta keterangan dari para mantan pejabat anak perusahaan PT GIAA tersebut.
Dirut Citilink Indonesia 2012-2014, MAW diperiksa pada Senin (24/1) dan anggota tim pengadaan pesawat di Citilink Indonesia, Capt HR juga diperiksa pada Rabu (26/2).
Jampidsus Febrie Adriansyah menerangkan, kebutuhan tim penyidik memeriksa pihak Citilink karena dari hasil penyidikan terungkap pengadaan pesawat di PT GIAA berawal dari permintaan dan kebutuhan di internal Citilink Indonesia.
“Awalnya itu kan memang pengadaannya, pertama kan memang dari Citilink. Tetapi, diambil alih oleh Garuda,” ujar Febrie di Kejakgung, Kamis (17/2).
Menurut dia, pemeriksaan akan terus berlanjut sampai proses gelar perkara bisa diajukan. Febrie mengatakan, ia sudah meminta kepada tim penyidik menjadwalkan gelar perkara pada pekan depan.
Jika disimpulkan ada perbuatan melawan hukum, timnya akan segera mengumumkan tersangka.
Kasus di PT Garuda diduga merugikan negara lebih dari Rp 3,7 triliun.
Kerugian itu terkait pengadaan dan sewa 64 unit pesawat terbang jenis ATR 72-600 dan CRJ 1000 pada 2009-2014 dan sampai saat ini. [rin]