WahanaNews.co | Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui pemberian amnesti kepada dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Saiful Mahdi, yang terjerat kasus dugaan pencemaran nama baik.
Kendati demikian, kuasa hukum Saiful sekaligus Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Aceh, Syahrul Putra Mutia, mengatakan, pihaknya masih harus memastikan pemberian amnesti itu segera terlaksana.
Baca Juga:
Dapat Amnesti dari Jokowi, Saiful Mahdi Minta UU ITE Dikaji Ulang
"Saat ini, kita masih harus memastikan keputusan Presiden untuk menetapkan amnesti terhadap Pak Saiful bisa keluar (terlaksana) secepatnya," ujar Syahrul, saat dikonfirmasi, Kamis (7/10/2021).
Syahrul menegaskan, pemberian amnesti ini menjadi pendidikan publik yang sangat penting, bahwa kritik bukanlah hal yang dilarang.
Di sisi lain, kata Syahrul, sudah saatnya seluruh elemen menyamakan persepsi terkait pasal-pasal karet dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang rentan digunakan untuk membungkam kebebasan berpendapat.
Baca Juga:
Berkaca Pada Kasus Saiful Mahdi
"Maka publik, semua elemen sipil, harus terus mendorong agar UU ITE ini bisa segera direvisi," kata Syahrul.
Saat disinggung mengenai tanggapan Saiful Mahdi atas pemberian amnesti, Syahrul mengaku belum sempat berkomunikasi dengan kliennya.
Rencananya, pada Jumat (8/10/2021) pagi, ia akan mendatangi lapas tempat Saiful ditahan.
"Keluarga Pak Saiful, terutama istri dan anaknya, berterima kasih banyak untuk seluruh elemen sipil, CSO (civil society organization), jurnalis dan media, akademisi dan seluruh yang terlibat dalam advokasi ini," tutur Syahrul.
"Ini adalah kemenangan kita semua, karena yang sedang kita perjuangkan bukanlah semata tentang Saiful Mahdi, melainkan hak kebebasan individu yang melekat," tambahnya.
Adapun pertimbangan DPR atas pemberian amnesti kepada Saiful ditetapkan saat Rapat Paripurna, Kamis (7/10/2021).
Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pertimbangan DPR diperlukan Presiden dalam memberikan amnesti.
Saiful Mahdi dilaporkan ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik.
Kasusnya berawal dari kritik Saiful atas proses penerimaan CPNS untuk posisi dosen di Fakultas Teknik pada Maret 2019, melalui grup WhatsApp.
"Innalillahiwainnailaihirajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup?"
Saiful mengkritik berkas peserta yang diduga tak sesuai syarat, tetapi tetap diloloskan oleh pihak kampus.
Akibatnya, ia diperkarakan menggunakan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Saiful diduga mencemarkan nama baik Dekan Fakultas Teknik Unsyiah.
Kemudian, Pengadilan Negeri Banda Aceh menjatuhkan vonis tiga bulan penjara dan denda Rp 100 juta pada 21 April 2020.
Saiful mengajukan banding atas putusan itu, kendati demikian Pengadilan Tinggi menolak.
Setelah itu, ia mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Pada 29 Juni 2021, MA menolak permohonan Saiful. [qnt]