WahanaNews.co, Jakarta –Dugaan suap Rp12 miliar auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pemberian predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Kementerian Pertanian (Kementan), Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka penyelidikan.
Peneliti ICW Diky Anandya mengingatkan keterangan saksi di persidangan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang membongkar permainan WTP harus dipandang sebagai fakta persidangan yang penting untuk segera ditindaklanjuti.
Baca Juga:
Kasus Korupsi X-Ray Kementan: KPK Telusuri Dugaan Aliran Dana Kepada SYL
Apalagi, lanjut dia, disebutkan dari permintaan uang sebesar Rp12 miliar, transaksi yang sudah terjadi dengan kesepakatan sebesar Rp5 miliar agar Kementan mendapatkan opini WTP dari BPK.
"Keterangan saksi ini penting untuk dijadikan sebagai fakta petunjuk oleh KPK guna menggali keterpenuhan unsur pasal suap," ujar Diky melansir CNN Indonesia melalui pesan tertulis, Rabu (15/5/2024).
"Maka dari itu, ICW mendorong agar KPK segera mengembangkan perkara dengan melakukan upaya penyelidikan dan penyidikan atas indikasi suap-menyuap ini, dengan segera memanggil dan memeriksa dua orang auditor BPK yang disebutkan namanya dalam persidangan," imbuhnya.
Baca Juga:
Terkait Korupsi Xray Kementan, KPK Periksa 2 Orang Pihak Swasta
Dari fakta tersebut, Diky turut menyimpulkan BPK sebagai lembaga audit belum terbebas dari pusaran korupsi.
Proses audit yang diduga masih rentan diperjualbelikan, terang dia, mengisyaratkan BPK perlu melakukan evaluasi internal. Selain itu, juga harus memastikan setiap kerja-kerja mengedepankan prinsip integritas, independensi, dan profesionalisme.
Dalam sidang Rabu (8/5/2024), Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Hermanto menyampaikan auditor BPK pernah meminta uang sebesar Rp12 miliar agar kementerian tersebut mendapat predikat WTP pada 2022.
"Permintaan itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan, untuk nilainya kalau enggak salah, saya diminta Rp12 miliar untuk Kementan," kata Hermanto Rabu lalu.
Awalnya, jaksa bertanya soal auditor BPK yang selama ini memeriksa Kementan sebelum predikat WTP diberikan. Hermanto lalu mengaku kenal dengan auditor bernama Victor yang melakukan pemeriksaan langsung di Kementan.
Ia juga mengaku kenal dengan Haerul Saleh yakni Ketua Akuntan Keuangan Negara IV alias atasan Victor. Dalam proses pemeriksaan, Hermanto mengatakan auditor BPK memperoleh temuan. Meski tak banyak, tapi jumlahnya besar terutama terkait proyek food estate.
"Yang menjadi concern itu yang food estate, yang sepengetahuan saya ya pak, yang besar itu food estate kalau enggak salah saya dan temuan-temuan lain. Tapi, yang pastinya secara spesifik saya enggak hafal," ucap Hermanto.
Adapun SYL yang menjadi terdakwa mengaku tidak pernah mendengar permintaan uang demi WTP dimaksud.
"Saya tidak pernah dengar ada bayar-bayar WTP. Saya enggak dengar itu," kata SYL di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (13/5).
SYL diadili atas kasus dugaan pemerasan hingga mencapai Rp44.546.079.044 dan gratifikasi dianggap suap sejumlah Rp40.647.444.494 selama periode 2020-2023.
Tindak pidana itu dilakukan SYL bersama-sama dengan dua terdakwa lainnya yaitu Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.
SYL juga diproses hukum KPK atas kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kasus tersebut masih bergulir di tahap penyidikan.
[Redaktur: Alpredo Gultom]