WahanaNews.co | Senior sekaligus salah satu pendiri Partai Demokrat, Darmizal, mengaku prihatin dengan kondisi elektabilitas partai yang kian
terjun.
Harusnya, apabila diurus dengan baik, hal ini tidak akan terjadi.
Baca Juga:
Pemfitnahan, Marzuki Alie Laporkan AHY ke Bareskrim
Menurut Darmizal, pada saat Hadi Utomo
menjadi Ketua Umum, elektabilitas partai tembus di angka 21
persen.
Kemudian, elektabilitas partai tergerus
menjadi 11 persen, karena Anas Urbaningrum saat menjadi Ketua Umum tersandung kasus korupsi.
"Pemilu 2014, jadilah Partai Demokrat hasilnya 11 persen saja, menurun sekian
dari 21 persen. Padahal, kita kan berharap naik ke atas, bukan turun ke bawah," kata
Darmizal kepada wartawan, dikutip Rabu (10/2/2021).
Baca Juga:
SBY Yakin Jokowi Tak Tahu Ulah Moeldoko di Kasus Demokrat
Namun,
keterpurukan ini bukannya membaik. Saat Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) menjadi Ketua Umum, kata
dia, elektabilitas partai malah semakin jeblok.
"Lanjut ke periode kedua beliau
(SBY), jadi 7 persen saat Pemilu 2019," kata Darmizal.
Menurut dia, memimpin dan mengelola
partai memang memerlukan kemampuan sendiri dan banyak proses yang harus
dilalui.
Bukan seperti saat ini, yakni ketika Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi Ketua Umum seperti membalikkan telapak tangan alias secepat kilat
tanpa proses.
"Ada kejanggalan ketika anak muda
ini memimpin partai pada kongres yang hanya terjadi 4 jam. Apa kejanggalannya? Kalaulah tujuannya menjadikan putra
mahkota sebagai Ketua Umum,
kenapa nggak Ibas saja? Sudah
berpengalaman. Dia anggota
parlemen, sekjen partai, berpengalaman jadi Ketua Fraksi juga. Yang saya tahu dan alami, dia masih memiliki budaya
egaliter, memahami politik praktis dan politik kebangsaan," kata dia.
Maka dari itu, tekan dia, wajar
apabila ada beberapa kader yang ingin melakukan pergantian Ketua Umum.
Tujuannya adalah untuk kebaikan partai
supaya lebih moncer dan berjaya lagi.
Kemudian, tegas dia, reaksi AHY
mengenai pertemuan sejumlah kader dan mantan kader Demokrat dengan Moeldoko
untuk melengserkannya dari
jabatan Ketua Umum, itu semata-mata
merupakan cermin dari sebuah kepanikan.
Padahal, pertemuan
itu sendiri
sebenarnya untuk membahas penanganan bencana.
"Ya, kalau
pemimpin rapuh, terus panik. Ya wajarlah orang mau mengganti pemimpinnya. Karena mereka takut, kondisi partai hari ini tidak lolos parlementary treshold," kata dia. [dhn]