WahanaNews.co | Kasus Nurhayati yang menjadi perhatian publik karena melaporkan Kepala Desa Citemu, Cirebon, Jawa Barat, kini semakin terkuak.
Nurhayati yang sempat melaporkan Kepala Desa Citemu berinisial S karena dugaan tindak pidana korupsi, tak lain adalah seorang Kaur Keuangan desa tersebut.
Baca Juga:
Soal Gugat Perdata, Kuasa Hukum Nurhayati: Tidak Ada Rencana
Hingga saat ini, polisi masih menetapkan Nurhayati sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut. Kenapa?
Berikut fakta-fakta dari kasus Nurhayati
1. Nurhayati Bukan Pelapor Versi Polisi
Baca Juga:
Penuhi Rasa Keadilan, Komjak: SKP2 Untuk Nurhayati Sudah Tepat
Polisi membantah bahwa Nurhayati merupakan pelapor dalam perkara tersebut. Nurhayati disebutkan hanya berperan sebagai saksi.
"Sebagai saksi yang memberikan keterangan. Jadi untuk pelapor sendiri dari kasus ini adalah BPD (Badan Permusyawaratan Desa) Desa Citemu," kata Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Ibrahim Tompo kepada wartawan, Selasa (22/2).
Tompo menerangkan bahwa Ketua BPD Citemu adalah Lukmanul Hakim. Polisi, kata dia, langsung melakukan penyelidikan hingga mendapatkan bukti dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kades.
2. Berkas Nurhayati Telah Lengkap
Dugaan korupsi ini terjadi dalam pelaksanaan pekerjaan tahun anggaran 2018 hingga 2020 APBDes Citemu. Ketika proses penyidikan rampung, polisi melimpahkan berkas tersebut kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Namun, dari proses koordinasi pelimpahan tersebut terdapat rekomendasi agar dilakukan pemeriksaan mendalam terhadap Nurhayati. Ia diduga memiliki keterlibatan dalam perkara korupsi itu, yakni ikut memperkaya Kades.
"Tersangka Supriyadi maupun tersangka Nurhayati dinyatakan P21 atau dinyatakan lengkap oleh JPU," jelas Tompo.
3. Nurhayati Lapor Dugaan Korupsi ke BPD Citemu
Ketua BPD Citemu Lukman Nurhakim menerangkan bahwa memang dirinya yang melaporkan perkara tersebut kepada pihak aparat penegak hukum (APH). Namun demikian, ia mengaku mengetahui perkara tersebut dari Nurhayati.
Ia pun lantas menyembunyikan identitas Nurhayati selama dua tahun terakhir agar tak terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
"Saya rahasiakan kok tiba-tiba akhir tahun 2021 dijadikan tersangka. Sedangkan terkuaknya kasus ini kan dari laporan Bu Nurhayati ke saya. Titik-titik mana saja [terjadinya korupsi]," ucap Lukman, Minggu (20/2).
Lukman mengaku menerima laporan tersebut dari Nurhayati sebanyak dua kali. Ia pun baru memutuskan melaporkan perkara tersebut ke pengadilan tindak pidana korupsi usai melihat sang Kades enggan memperbaiki diri.
Ia pun sangat menyayangkan tindakan aparat kepolisian yang menetapkan Nurhayati sebagai salah satu tersangka.
Menurutnya, keberanian Nurhayati mestinya diberi penghargaan agar dapat menggugah warga lain untuk berani menguak kepala desa yang korupsi.
"Harusnya dilindungi, dikasih penghargaan dalam arti bukan berbentuk materi, orang-orang seperti Bu Nurhayati ini kalau bisa harus ada lagi yang berani menguak kepala desa yang nakal," jelasnya.
4. Tim KPK dan Bareskrim Supervisi Kasus Nurhayati
Atas penetapan tersangka Nurhayati, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah mengirimkan tim dari Biro Pengawas Penyidikan (Wassidik) untuk mendalami hal tersebut. KPK pun juga menerjunkan tim untuk melakukan supervisi terkait perkara tersebut.
Namun demikian, hingga Rabu (23/2) belum ada kesimpulan yang didapatkan oleh kedua tim tersebut.
5. LPSK Bela Nurhayati
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution mengungkapkan bahwa Nurhayati sebagai pelapor kasus dugaan korupsi semestinya tak bisa dijadikan tersangka.
Nasution memaparkan bahwa posisi hukum Nurhayati sebagai Pelapor dijamin oleh UU Perlindungan Saksi dan Korban untuk tidak mendapatkan serangan balik, sepanjang laporan itu diberikan dengan itikad baik.
Ia menjabarkan bahwa penetapan tersangka terhadap pelapor tentu menjadi preseden buruk. Penetapan status tersangka yang disematkan kepada pelapor kasus korupsi dianggap mencederai akal sehat, keadilan hukum, dan keadilan publik.
"Hal ini mengacu pada pasal 10 ayat (1) dan (2) UU Nomor 13 Tahun Tahun 2006 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban)," jelas Meneger.
Dalam hal ini, perkara mencuat usai Nurhayati mengungkapkan isi hatinya lewat sebuah unggahan video di media sosial. Ia mengaku heran, kesal dan kecewa terhadap kepolisian lantaran menjadikan dirinya sebagai tersangka.
Nurhayati mengaku tak mengerti dan janggal terkait proses hukum yang dilakukan dalam kasusnya.
"Saya ingin mengungkapkan kekecewaan saya terhadap aparat penegak hukum, di mana dalam mempertersangkakan (menjadikan tersangka) saya," kata Nurhayati dalam potongan video tersebut.
Padahal, dalam dua tahun terakhir ia menyatakan telah membantu proses penyidikan kasus korupsi tersebut hingga akhirnya Kades berinisial S dapat dijerat tersangka. [bay]