WahanaNews.co | Perselisihan antara pendiri dan pengurus DPP Partai Demokrat terus
memanas pasca-konferensi pers
kudeta yang dilontarkan Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY.
Bahkan, kala itu, AHY sempat mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo atau
Jokowi, meminta
penjelasan soal keterlibatan lingkaran dalam Istana atas
rencana kudeta tersebut.
Baca Juga:
Pemfitnahan, Marzuki Alie Laporkan AHY ke Bareskrim
Namun, pada Rabu (17/2/2021), AHY
meluruskan ucapannya jika dia mendapat informasi bahwa Presiden
Jokowi tidak tahu menahu soal kudeta di Partai
Demokrat.
Menanggapi hal itu, mantan Wakil
Komisi Dewan Pengawas (Dewas) DPP sekaligus pendiri Partai Demokrat, HM
Darmizal MS, merasa geram dengan ulah AHY yang tidak konsisten dengan
pernyataannya sendiri.
"Sebelumnya menuding, sekarang
klarifikasi. Ketua Umum yang masih sangat mentah dan
grasak grusuk dalam bertindak," ujar Darmizal kepada wartawan, Senin (22/2/2021).
Baca Juga:
SBY Yakin Jokowi Tak Tahu Ulah Moeldoko di Kasus Demokrat
Pria kelahiran Sumatera Barat ini juga menyebut, justru Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY
yang telah mengambil Partai Demokrat dari para pendirinya untuk dijadikan
partai dinasti.
"SBY-lah yang
sesungguhnya telah melakukan kudeta atau pengambilalihan Partai Demokrat dengan
segala cara. Pada saat KLB di Surabaya, SBY berjanji hanya untuk meneruskan
sisa kepemimpinan Anas Urbaningrum sampai 2015. Pada Kongres Partai Demokrat
tahun 2015 di Surabaya, SBY mengingkari janjinya, dan
muncul sebagai calon tunggal," tutur Darmizal.
Lebih lanjut Darmizal menjelaskan,
pada Kongres ke-5 Partai Demokrat tanggal 15 Maret
2020, di tengah pandemi Covid-19, dipaksakan Kongres dengan mewariskan
jabatan Ketua Umum dari sang bapak ke putra
mahkotanya, AHY.
Saat itu tanpa memenuhi tatacara beracara
Kongres.
"Menyuruh keluar ruang sidang
semua peserta Kongres yang punya hak bicara, tidak mengesahkan keputusan
sebagaimana mestinya, antara lain, jadwal acara, tata tertib, pembahasan
AD/ART, pembahasan program kerja dan laporan pertanggungjawaban SBY Ketua Umum sebelumnya. Namun langsung mendeklarasi AHY menjadi Ketua umum
oleh Ketua-ketua DPD. Itulah yang mereka sebut sebagai aklamasi,"
tegasnya.
Ditambahkan Darmizal, pada tahun 2003, setelah Partai Demokrat lolos verifikasi KPU, bergabunglah
almarhumah Ibu Ani Yudhoyono, sebagai Wakil Ketua Umum Partai Demokrat.
"Tak lama kemudian, di tahun yang sama, SBY masuk menjadi Calon
Presiden (Capres) dari Partai Demokrat, yang ditandatangani oleh Ketua Umum, Prof Subur Budhisantoso," jelasnya.
Darmizal mengibaratkan, SBY saat itu
seperti tetangga pemalu yang diajak masuk ke dalam rumah oleh pemiliknya.
Sebelumnya tidak pernah berkunjung
sampai pada Rapimnas Partai Demokrat di Wisma Kinasih tahun
2003.
"SBY diajak mampir dan diberi
tempat di rumah oleh pemiliknya. Kemudian dia malah mengambil rumah dari
pemiliknya. Kan ini sangat lucu dan
memprihatinkan. Karena itu Partai Demokrat harus kembali ke khittah-nya, menjadi partai terbuka. Siapapun boleh masuk ke Partai
Demokrat tanpa ada yang bisa menghalangi. Kongres Luar Biasa atau KLB adalah
kepastian menuju perbaikan menjadikan Partai Demokrat besar kembali. Karena di tangan SBY
dua periode sebagai Ketua Umum, Partai
Demokrat menurun dari 148 kursi pada 2009, ke 61 pada 2014 dan sekarang tinggal
54 kursi parlemen saja. KLB pasti halal, sukses dan sah," pungkasnya. [dhn]